Connect with us

Movie & TV

Film “Komang”, Kisah Romansa Nyata Raim Laode dan Istrinya Dikemas dengan Manis dan Emosional

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta — Film “Komang” menyajikan kisah asmara yang manis sekaligus penuh tantangan antara dua anak muda, Raim Laode alias Ode (Kiesha Alvaro) dengan Komang Ade Widiandari (Aurora Ribero). 

Kisah keduanya berawal ketika mereka sama-sama menjalani kehidupan di kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Ode dikisahkan sebagai pemuda asli Buton yang memiliki minat di dunia stand-up comedy dan musik, serta dikenal sebagai sosok yang taat agama.

Sementara itu, Komang adalah perempuan dari keluarga transmigran asal Bali yang menetap di Baubau. Meski memiliki perbedaan, Ode tetap jatuh hati ketika bertemu dengan Komang hingga akhirnya menjalin kasih. Namun, ada banyak rintangan yang harus dihadapi Ode dan Komang di tengah hubungan asmara mereka. Mulai dari Ode yang mengejar mimpinya di dunia stand-up comedy dan musik hingga munculnya orang ketiga yang punya keyakinan yang sama dengan Komang.

Diproduksi Starvision dari produser Chand Parwez Servia, cerita dalam film ini diangkat dari kisah nyata perjalanan hidup komedian sekaligus musikus Raim Laode dengan Komang Ade Widiandari. Penonton akan diajak untuk mengikuti perjalanan asmara dari sejoli yang memiliki latar belakang berbeda tersebut lewat film garapan sutradara Naya Anindita ini.

Sebelum diangkat kisahnya ke dalam film, “Komang” juga sempat dijadikan sebagai sebuah judul lagu yang dibuat sekaligus dinyanyikan oleh Raim Laode yang rilis pada 17 Agustus 2022 lalu. “Komang” menjadi lagu yang sangat populer dan banyak masyarakat menyanyikan lagu tersebut. Makna lagu “Komang” juga menggambarkan garis besar hubungan Ode dengan Komang. Kini, kisah keduanya dikemas secara manis dan lebih lengkap lewat naskah yang ditulis oleh Evelyn Afnilia.

“Lewat film “Komang”, Starvision menyampaikan perayaan takdir cinta, dengan memberikan gambaran yang lebih nyata terhadap penonton dari hubungan Ode dengan Komang. Menjelaskan bagaimana mereka pertama kali bertemu, menampilkan berbagai rintangan yang harus dihadapi, hingga proses keduanya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perjalanan cinta keduanya dikemas dalam cerita yang terasa manis lewat film ini, serta ditemani oleh visual pemandangan yang indah dari wilayah Baubau, yang akan membuat kita merindukan kampung halaman. Semoga penonton Indonesia bisa terhibur dan dapat memetik pelajarandari hubungan Ode dan Komang di film ini,” ungkap produser “Komang” Chand Parwez Servia.

Sementara itu, sutradara Naya Anindita menambahkan tentang penggambaran hubungan antara Ode dan Komang (Ade) dengan keluarga mereka masing-masing. Sebab, hubungan dengan keluarga tersebut juga sangat berperan penting dalam menggambarkan perjalanan cinta keduanya di film “Komang”. 

“Meski berfokus pada kisah asmara Ode dan Komang, kehadiran keluarga dari karakter masing-masing juga jadi hal yang penting dari film “Komang”. Sebagai contoh, hubungan antara Komang dengan ibunya (Ayu Laksmi), yang hadir sebagai salah satu rintangan di hubungan asmaranya dengan Komang. Kehadiran keluarga dari Ode dan Komang di film ini jugalah yang menjadi salah satu elemen emosional yang dapat dirasakan penonton ketika menyaksikan filmnya,” kata sutradara “Komang” Naya Anindita.

Film “Komang” menjadi pengalaman pertama bagi Kiesha Alvaro dalam memerankan karakter yang didasarkan dari sosok di dunia nyata. Menariknya lagi, dalam film ini Kiesha juga beradu akting dengan sosok nyata yang diperankannya, yaitu Raim Laode yang ikut terlibat sebagai pemeran pendukung.

“Ini suatu kebanggaan bagi saya untuk memerankan Raim Laode di film “Komang”. Saya juga mendapatkan kesempatan untuk lebih banyak mengenal beliau selama proses syuting sehingga membantu saya untuk mendalami sosok Ode yang saya perankan,” ucap pemain film “Komang” Kiesha Alvaro.

“Dari kecil, aku tinggal Bali, dan tentu saja aku familiar dengan logat dan dialek Bali. Jadi aku menggunakan memori itu, meskipun dari Starvision juga menyediakan juru dialek Bali yang semakin memudahkanku memerankan Komang. Aku sangat sayang dengan karakter Komang di film ini,” tambah Aurora Ribero yang memerankan “Komang”.

Raim Laode, yang kisahnya diangkat ke dalam film ini menjelaskan ia merasa senang bisa bekerja sama dengan Starvision karena memiliki pendekatan yang kekeluargaan. Ia juga senang, dengan film “Komang” ia bisa membagikan cerita perjuangan cintanya bersama sang istri.

“Bahagia sekali melalui film “Komang” saya bisa berbagi cerita tentang perjuangan cinta bersama istri, yang telah dicatat di Lauhul Mahfudz. Ini adalah cerita tentang dua insan yang jatuh cinta, dan kebetulan latar belakangnya berbeda. Namun, yang menang adalah cinta. Semoga film “Komang” bisa menjadi hiburan keluarga saat hari raya Idul Fitri di bioskop, dan merayakan cinta bersama orang-orang tersayang,” kata Raim Laode.

Selain Kiesha Alvaro dan Aurora Ribero, film “Komang” turut dibintangi oleh sejumlah aktor berbakat Indonesia. Mulai dari debut Adzando Davema, juga Cut Mini, Arie Kriting, Mathias Muchus, Ayu Laksmi, Neneng Risma, Rhesa Putri, Arman Dewarti, Ciaxman, Raim Laode, Anggika Bolsterli, Pevita Pearce, Afgansyah Reza, Naya Anindita, Shabira Alula, Azkya Mahira, Najla Putri, Sultan Hamonangan, Jonathan Alvaro, Oki DM, dan masih banyak lagi.

Film “Komang” akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai Lebaran 2025. 

Kuliner

Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.

Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.

“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.

Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh

Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.

Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail  minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.

Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes

Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.

Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.

“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.

Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara

Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.

Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.

Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.

Continue Reading

Movie & TV

“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.

“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.

Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.

“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.

Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.

“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.

Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.

“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.

Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.

Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Continue Reading

Movie & TV

Lembaga Sensor Film Ajak Mahasiswa UNAS Jakarta Lakukan Sensor Mandiri

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Komitmen Lembaga Sensor Film atau LSF untuk menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM) yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia terus digenjot terutama pada kalangan mahasiswa melalui kampanye LSF Goes to Campus.

Terbaru, kampus Universitas Nasional Jakarta (UNAS) menjadi tujuan sosialiasi GN BSM. Di depan lebih kurang 1.200 mahasiswa baru,  Ketua LSF RI, Dr. Naswardi, M.M, M.E mengatakan menyampaikan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang saat ini sedang mengalami kenaikan produksi film secara signifikan.

“LSF berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang ada di masyarakat. LSF juga konsisten melakukan sosialisasi tentang penggolongan usia yang dapat dijadikan panduan bagi penton film untuk memilih film yang akan ditonton sehingga menjadi tontonan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, S.IP, M.IKom menyatakan masyarakat selayaknya mengetahui penggolongan usia sehingga menjadi pertimbangan dalam memilih film yang akan ditonton.

“Penggolongan usia film adalah hal yang harus diketahui oleh masyarakat untuk dijadikan panduan dalam menentukan film yang akan ditonton. Dengan mengikuti penggolongan usia yang telah ditetapkan oleh LSF, film yang akan ditonton akan menjadi film yang sesuai dengan penonton dan memiliki kontribusi positif sesuai dengan tingkat kedewasaan penonton,” terang mantan wartawan infotainmen ini.

Dalam LSF Goes to Campus tersebut hadir pula penulis scenario film Jangan Panggil Mama Kafir, Lina Nurmalina, sutradara film Yakin Nikah, Pritagita, pelakon Tubagus Ali dan Ben Jeffye serta pedangdut, Hari Putra. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Trending