Movie & TV
Raup Sukses, Film Uti Deng Keke Kokoh Tayang 20 Hari di Bioskop

FEM Indonesia – Film berjudul UTI Deng KEKE garapan Gema Production yang di produseri Hartono, mendapat sambutan antusias masyarakat lokal dan nasional.
Pasalnya, film yang mengangkat cerita persahabatan anak muda beda agama, beda suku hingga kini masih tayang di bioskop meski sudah 20 hari sejak penayanganya pada 17 November 2022 lalu.
Film yang disutradarai Billy Noval Hasan dan dibintangi komedian Mongol Stres, Lana Victoria, dan beberapa aktor lokal asal Gorontalo seperti Didi Roa, Tanta Lala, hingga bupati Minahasa Utara Joune Ganda dan Addin Hidayat, Fannita Posumah, Diva Avida, Gary Iskak, Rensi Milano, Mongol Stres, Cak Lontong, Maya Yuniar dan Teguh Julianto masih tayang di Tangerang, Gorontalo, Palu dan Manado.
Pada Gala premiere film Uti Deng Keke yang telah berlangsung di XXl Palu Grand Mal (PGM), Minggu (4/12/2022), Billy Noval mengungkapkan bangga, lantaran antusias warga Kota Palu cukup tinggi untuk menyaksikan film Uti Deng Keke yang berlatar Gorontalo tersebut.
“Ratusan penonton memadati XXI PGM sejak pukul 17.00 WITA untuk menyaksikan fim Uti Deng Keke. Dan yang membuat heboh penonton gala premiere film di Kota Palu, juga kedatangan selebgram asal Gorontalo Tante Lala alias Nurlela Yusuf. Seru banget terima kasih kepada masyarakat Gorontalo,” ujar Billy Noval, di Jakarta. belum lama ini.
Billy mengungkapkan, film menjadi sorotan masyarakat lantaran berkisah tentang persahabatan yang dijalani oleh dua remaja yang masih duduk di bangku SMA. Uniknya, mereka memiliki agama dan suku yang berbeda. Selain itu, lokasi syutingnya juga diambil di Gorontalo, Sulawesi dan Jakarta.
“Film budaya ini juga mengulas kehidupan remaja di dua daerah berbeda sehingga kaya akan nilai-nilai adat dan kesatuan bangsa. Mereka bertekad meraih cita-cita yang sering mereka ikrarkan di atas bukit paling tinggi. Dan ini mungkin menjadi menarik masyarakat untuk datang menonton film ini,” jelas Billy.
Sukses di tanah air, Billy juga berharap, film garapannya bisa menembus pasar Asia dan eropa. “Semoga saja karena tim kami lagi berusaha bisa menayangkan film Uti Deng Keke ke Asia dan Eropa. Ini harapan tim dan kami semua,” pungkas Billy.
Film Uti deng Keke yang berlatar belakang kawasan Gorontalo dan Sulawesi menceritakan kisah menarik tentang persahabatan dua anak dari remaja hingga SMA yang memiliki latar belakang agama dan suku yang berbeda. Dinamika kehidupan anak-anak remaja dan keluarganya di dua daerah diulas dan tidak akan lepas dari pelajaran tentang toleransi serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Movie & TV
Angkat Karya dan Isu Dunia Muslim, Madani Fest 2025 Sajikan 95 Film dari 24 Negara

FEM Indonesia, Jakarta – Madani International Film Festival 2025 (Madani Fest 2025) sukses digelar pada 8-12 Oktober 2025 di Taman Ismail Marzuki, Universitas Bina Nusantara dan Episentrum XXI dan Metropole XXI di Jakarta.
Edisi ke-8 dari festival ini, Madani Fest 2025 sebagaimana tahun-tahun sebelumnya mengangkat berbagai karya dan isu yang berkembang di dunia Muslim. Kali ini memilih tema “Misykat” atau Ceruk Cahaya sebagai awan gelap tragedi kemanusiaan di dalam negeri dan di luar negeri berupa genosida Israel atas rakyat Palestina yang kunjung selesai.
Direktur Festival Ahmad Rifki, Madani Fest 2025 merupakan program dari Citra Kawasan Pusat Kesenian Jakarta TIM (Taman Ismail Marzuki) yang secara khusus menjadi bagian dari Jakarta 500 tahun.
Ia mengungkapkan, festival ini hadir atas dukungan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, sehingga selaras dengan empat matra Madani Fest tentang Islam yang hidup (Living Islam),
kewargaan (Civic), Adab (Civilization) dan Kota (City), pihaknya tahun ini mencanangkan program Jakarta Banget yang pekat bernafaskan Jakarta dan budaya kota.
Selain itu, pihaknya juga memberikan ruang bagi puluhan komunitas kota memaparkan gagasan dan concern mereka dalam forum-forum diskusi dan kelas pakar selama festival.
“Sebanyak 95 film dari sekitar 24 negara diputar selama lima hari festival. Di antara film-film yang ditayangkan, terdapat 15 film finalis Madani Shorts Film Competition, dipilih di antara 1711 film yang diajukan para sineas dari berbagai negara,” ujar Ahmad Rifki.
“Selama festival, 15 film finalis akan diputar dan dinilai oleh tiga juri internasional, yaitu Philip Cheah dari Singapura, Sajid Farda (Inggris), dan Natalie Stuart (Australia), untuk
ditentukan 4 pemenangnya,” katanya.
Sementara itu, sutradara Garin Nugroho melalui pesan video menilai, tema Misykat mengajak kita semua memusatkan pandangan sebagaimana sebuah senter penerang pada kehidupan yang lebih baik. “Sudah selayaknya kita memberi terang pada kehidupan dengan film-film yang dipilih dalam festival ini,” ucap Garin.
Garin ini sendiri merupakan anggota Board Madani, tahun ini karya-karyanya juga menjadi fokus Retrospeksi Madani Fest 2025. Dikurasi oleh pengamat budaya pop dan kritikus film Hikmat Darmawan, film-film Garin antara lain Mata Tertutup, Serambi, Rindu Kami Padamu, Tepuk Tangan, dan yang terbaru, Nyanyi Sunyi Dalam Rantang.
Madani Fest 2025 secara khusus mengangkat Dataran Sahel (Sahel Plateau) sebagai Focus Country tahun ini. Kurator program ini, Bunga Siagian dan Yuki Aditya, menyoroti gejolak dekolonisasi di sana, selain juga karena Sahel yang termasuk di dalamnya Timbuktu, merupakan di mana peradaban Islam juga berakar. Lima film yang diputar dalam program Sahel ini merupakan karya-karya para sineas Burkina Faso, Senegal, Mali, dan Nigeria.
Selain pemutaran film, kelas pakar dan diskusi, Madani Fest juga menggelar 15 pertunjukan menampilkan antara lain
musisi Panji Sakti, Almamosca, pendakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar, dan komedian negeri jiran Malaysia, Rizal van Geyzel.
Inayah Wahid yang juga anggota Board Madani menyatakan, Madani Fest berharap bisa menjadi salah satu ruang
budaya yang dapat menginspirasi suatu transformasi kebudayaan.
“Kondisi saat ini memerlukan perubahan kebudayaan yang masif. Gerakan kebudayaan seharusnya membawa nilai-nilai keagungan manusia, dan Madani Fest harus menjadi bagian dari gerakan itu,” kata putri mendiang Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Kuliner
Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.
Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.
“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.
Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh
Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.
Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.
Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes
Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.
Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.
“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.
Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara
Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.
Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.
Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.
Movie & TV
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.
“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.
Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.
“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.
Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.
“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.
Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.
“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.
Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.
Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]
-
NASIONAL7 days ago
Kemdiktisaintek Dorong Kolaborasi RSPTN Menuju Rumah Sakit Bertaraf Internasional
-
NASIONAL6 days ago
Depok Memanas, Sandy Bongkar Dugaan Pemerasan Eks Ketua LSM Kapok, Kasno Lapor Polisi
-
Music6 days ago
Era Kepemimpinan Supian-Chandra, Musisi dan Seniman Gaungkan Semangat Jaga Lingkungan Lewat “Musician Care for Depok”
-
NASIONAL7 days ago
Hadiri Pengukuhan PWI Pusat 2025-2030, Ini Pesan Menkomdigi