FEM Indonesia, Paris — Sutradara dan penulis skenario ternama Indonesia, Joko Anwar, resmi dianugerahi tanda kehormatan Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres oleh Pemerintah Prancis.

Penghargaan prestisius tersebut disematkan dalam sebuah upacara resmi di Gedung Kementerian Kebudayaan Prancis, Paris, Kamis malam (11/12).

Penganugerahan ini menjadi pengakuan internasional atas dedikasi dan kontribusi Joko Anwar selama lebih dari dua dekade di dunia perfilman. Karya-karyanya dinilai memberikan dampak signifikan, tidak hanya bagi perkembangan sinema Indonesia, tetapi juga bagi lanskap sinema global.

Penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Prancis, Rachida Dati, yang dalam sambutannya menyoroti pendekatan khas Joko Anwar dalam berkarya. Menurutnya, Joko berhasil memanfaatkan genre populer sebagai pintu masuk yang aksesibel bagi penonton luas, tanpa kehilangan kedalaman pesan sosial.

“Dedikasi dan komitmennya telah berkontribusi pada kemajuan perfilman Indonesia, sekaligus memperkaya dialog sinema dunia,” ujar Rachida Dati.

Selama 20 tahun berkarya, film-film Joko Anwar telah meraih pengakuan artistik maupun komersial, diputar di berbagai festival film internasional bergengsi, serta mencatatkan kesuksesan box office di sejumlah negara.

Dengan penghargaan ini, Joko Anwar bergabung dengan jajaran seniman dan tokoh budaya dunia penerima Ordre des Arts et des Lettres, di antaranya Martin Scorsese, David Lynch, Tim Burton, Pedro Almodóvar, Isabelle Huppert, Meryl Streep, Cate Blanchett, Tilda Swinton, David Bowie, hingga Hayao Miyazaki.

Dalam pidato penerimaannya, Joko Anwar menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemerintah Prancis dan merefleksikan perjalanan kreatifnya sebagai pembuat film yang tumbuh dan berkarya di Indonesia.

“Melalui cerita-cerita yang dibungkus dalam horor, thriller, atau komedi, saya berusaha membicarakan hal-hal yang sering kali sulit disampaikan secara langsung—tentang ketidakadilan, kekuasaan, manusia, dan lingkungan tempat ia berpijak,” ujar Joko.

Ia menambahkan, kegelisahan terhadap isu-isu sosial dan ekologis kerap menjadi sumber utama dalam proses kreatifnya, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sinema populer agar dapat menjangkau lebih banyak penonton.

Penghargaan ini datang di tengah persiapan perilisan film terbarunya, Ghost in the Cell, yang dijadwalkan tayang pada 2026. Film ke-12 Joko Anwar tersebut mengusung genre horor-komedi dengan latar penjara sebagai metafora, sekaligus mengangkat isu kerusakan lingkungan, kekuasaan, dan tanggung jawab moral.

“Ghost in the Cell adalah bagian dari percakapan yang selama ini ingin saya bangun lewat film-film saya,” tutup Joko. “Menggunakan genre untuk menghibur, tetapi juga mengajak penonton berpikir tentang dunia tempat kita hidup.”