Movie & TV
Film Slander Garapan Lokal Bersaing Di Beberapa Festival Film Internasional

FEM Indonesia – Film produksi karya anak bangsa makin berkembang seiring jaman. Bahkan mulai bisa bersaing di kancah perfilman internasional. Seperti film pendek bergenre thriler berjudul “Slander” garapan sutradara Bobz Capulet.
“Slander memang di produksi untuk festival film di beberapa negara seperti untuk ajang MINIKINO Film Week, Bali 5 , New York Short Film Festival, Genre Celebration Festival, Tokyo, Singapore South Asian International Film Festival, Balinale Film Festival, Aspettando Melies, dan Italy,” ujar Bobz Capulet di acara press screening film “Slander” di theater Global Mandiri School, Legenda Wisata Cibubur, Rabu (19/6/2019).
Slander yang diproduksi dalam waktu seminggu saja tambah Bobz awalnya berjudul Malam Pertama, namun karena mengikuti aturan festival akhirnya berganti judul. Film juga melibatkan hanya beberapa pemain dan satu bintang anak.
“Kebetulan ide ini muncul saat saya menjadi salah satu juri di lomba film di Sekolah ini, awalnya lihat karya peserta yang ternyata keren bagus-bagus yang akhirnya saya dan tim ijin untuk memproduksi film ini semua karakter punya peran yang masing-masing sama kuat. Ga ada yang di istimewakan,” terang Bobz.
Tambah Bobz, awalnya film yang di produseri Riski WirasandiÂ
berjudul Malam Pertama namun mengalami perubahan judul untuk mengikuti aturan pihak penyelenggara festival, dan akhirnya sepakat diberi judul ” Slander”. Uniknya film digarap lantaran dari pengalaman sang sutradara menjadi juri festival film di sekolah Global Mandiri.
“Muncul ide saya, Bobz dan Riski, kami berfikir yuk buat karya yang positif, maka buatlah film pendek ini yang memang tujuannya untuk festival film internasional yang ternyata diluar dugaan bisa mewakili Indonesia,” ungkap Bobz menjelaskan.Â
Film yang melibatkan bintang kecil, Aliyah Azzahra Adhwa Putri Rajasa memerankan gadis kecil bernama Alita dengan karakter anak yang autos yang berkepribadian pendiam yang memiliki dunianya sendiri. Menurut Aldila Chereta Warganda ibunda dari Aliyah, anaknya memang baru pertama kali terjun ke dunia akting terutama layar lebar dan langsung ikut dalam festival film internasional menjadi kebanggaan sebuah prestasi bagi Aliyah.
“Ini pertama kalinya bagi Aliyah main film yang langsung ikut festival internasional semua berkat tangan dingin sutradara Bobz, Aliyah bisa mendalami karakternya sesuai keinginan sutradara.
“Meski syuting harus sampai pagi tapi ternyata hasilnya bagus akting Aiyah di film ini. Dan bisa terjun ke kedunia seni peran karena saya melihat potensi Aliyah dibidang akting lantaran hoby nonton film di youtube,” tambah Aldila yang tternyata seorang Lawyer.
“Sebagai Orangtua saya mendukung keingin Aliyah ke dunia akting, dan kebetulan ia suka sekali nonton film terutama film bergenre horor. Bagi saya itu bakat yang harus di asah agar ia bisa mengembangkan bakatnya,”ujar Aldila.
Meski terjun ke dunia akting, kegiatan Aliyah tetap fokus dengan sekolahnya. Gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Muhammadiyah 5 Limau ini menurut sang bunda diatur jadwal saat syuting dan belajar dan kedepannya Aliyah juga akan fokus ke dunia akting dengan lebih melebarkan sayap ke industri perfilman nasional.
“Ya kita sebagai Orangtua tetap harus bisa atur jadwal kapan dia harus belajar kapan dia harus profesional, meski demikian Aliyah tetaplah anak – anak yang harus dijaga. Kedepannya sih ingin merambah dunia perfilman nasional dengan mengasah kemampuan Aliyah berakting dengan belajar di sekolah akting,”ujar Aldila menutup pembicaraan.
Film bergenre Thriler ini menceritakanÂ
Carmen, seorang remaja dan seorang kakak perempuan dari seorang adik perempuan dengan autisme dan tuna rungu bernama Alita.Carmen yang mengandalkan nalurinya untuk menemukan siapa yang telah membunuh ibunya, sementara pada saat yang sama melindungi saudari perempuannya yang mendapatkan petunjuk siapa jati diri pembunuh ibunda mereka.
Kuliner
Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.
Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.
“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.
Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh
Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.
Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.
Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes
Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.
Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.
“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.
Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara
Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.
Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.
Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.
Movie & TV
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.
“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.
Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.
“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.
Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.
“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.
Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.
“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.
Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.
Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]
Movie & TV
Lembaga Sensor Film Ajak Mahasiswa UNAS Jakarta Lakukan Sensor Mandiri

FEM Indonesia, Jakarta – Komitmen Lembaga Sensor Film atau LSF untuk menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM) yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia terus digenjot terutama pada kalangan mahasiswa melalui kampanye LSF Goes to Campus.
Terbaru, kampus Universitas Nasional Jakarta (UNAS) menjadi tujuan sosialiasi GN BSM. Di depan lebih kurang 1.200 mahasiswa baru, Ketua LSF RI, Dr. Naswardi, M.M, M.E mengatakan menyampaikan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang saat ini sedang mengalami kenaikan produksi film secara signifikan.
“LSF berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang ada di masyarakat. LSF juga konsisten melakukan sosialisasi tentang penggolongan usia yang dapat dijadikan panduan bagi penton film untuk memilih film yang akan ditonton sehingga menjadi tontonan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, S.IP, M.IKom menyatakan masyarakat selayaknya mengetahui penggolongan usia sehingga menjadi pertimbangan dalam memilih film yang akan ditonton.
“Penggolongan usia film adalah hal yang harus diketahui oleh masyarakat untuk dijadikan panduan dalam menentukan film yang akan ditonton. Dengan mengikuti penggolongan usia yang telah ditetapkan oleh LSF, film yang akan ditonton akan menjadi film yang sesuai dengan penonton dan memiliki kontribusi positif sesuai dengan tingkat kedewasaan penonton,” terang mantan wartawan infotainmen ini.
Dalam LSF Goes to Campus tersebut hadir pula penulis scenario film Jangan Panggil Mama Kafir, Lina Nurmalina, sutradara film Yakin Nikah, Pritagita, pelakon Tubagus Ali dan Ben Jeffye serta pedangdut, Hari Putra. [foto : dokumentasi/teks : denim]
-
Movie & TV6 days ago
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat
-
NASIONAL6 days ago
Depok Memanas, Sandy Bongkar Dugaan Pemerasan Eks Ketua LSM Kapok, Kasno Lapor Polisi
-
NASIONAL6 days ago
Kemdiktisaintek Dorong Kolaborasi RSPTN Menuju Rumah Sakit Bertaraf Internasional
-
NASIONAL6 days ago
Hadiri Pengukuhan PWI Pusat 2025-2030, Ini Pesan Menkomdigi