FEM Indonesi, Bandung – Rumah mendiang musisi Harry Roesli di jalan Supratman 59, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan akan dijual dengan harga Rp 25 miliar. Rumah dengan seluas 880 m2 tersebut sampai kini kabarnya belum ada pihak yang membeli.
“Ini atas musyawarah keluarga. Memang enggak mudah, karena ada historinya. Namun, karena pihak keluarga sangat berat mengeluarkan biaya operasional atas rumah warisan tersebut,” kata isteri Harry Roesli, Kania Perdani Handiman.
Harry Roesli yang bernama lengkap Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli wafat 11 Desember 2004 dalam usia 53 tahun karena penyakit jantung dan diabetes yang dideritanya. Pelopor musik kontemporer dan teater yang kerap dijuluki ‘biang bengal’ ini semasa hidupnya sering diinterogasi dan ditahan pihak Kepolisian Jawa Barat akibat karya-karyanya dinilai sangat kritis dan mengkritisi kebijakan Pemerintah Orde Baru.
Lagu-lagunya seperti ‘Jangan Menangis Indonesia’, ‘Dinding Tulang’, ‘Bharatayudha’ dan ‘Titik Api’ bercerita tentang pejabat yang korup dan berkali-kali terkena sensor. Bahkan, gelaran Rock Opera Ken Arok di Bandung yang menggegerkan Indonesia, yang disponsori majalah musik Aktuil nyaris batal dan berakibat beberapa adegannya disensor.
Harry Roesli merupakan cucu pengarang Marah Roesli (Sitti Nurbaya) yang pernah studi musik selama 4 tahun di Rotterdam Conservatorium, Belanda (1977-1981) ini dikenal fenomenal dan pendiri Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) dan pernah merilis sebanyak 23 album musik yang liriknya berisi protes (protest song).
Harry Roesli yang bergelar Profesor Pendidikan Musik versi MURI ini pernah dianugerahi Bintang Budaya Parama Dharma 2019 oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.


Tinggalkan Balasan