Movie & TV
25 Tahun Berkarya, Sutradara Rudi Soedjarwo Rilis Film ‘Saat Menghadap Tuhan’

FEM Indonesia – Merayakan 25 tahun berkarya di dunia perfilman Indonesia, sutradara Rudi Soedjarwo merilis film baru berjudul Saat Menghadap Tuhan. Film teranyar ini tayang di bioskop Indonesia mulai 6 Juni 2024.
Saat Menghadap Tuhan merupakan film pertama Rudi melalui production house yang dirintisnya, RexCorp.
Sedangkan cast para pemainnya antara lain Rafi Sudirman, Abielo Parengkuan, Denisha Wahyuni, Dede Satria, Cindy Sebastiani, Gilbert Pattiruhu, Aryani Willems, dan Poppy Sovia ini.
Rudi Soedjarwo mengatakan, melalui film terbaru ini dirinya mengeksplorasi isu-isu yang ia rasa perlu untuk lebih sering dibicarakan secara terbuka di masyarakat, antara lain soal bullying atau perundungan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, trauma masa kecil, hingga self-love.
Untuk ide cerita film Saat Menghadap Tuhan tercermin kegelisahan yang muncul dari pengalaman pribadi Rudi, yang kemudian dikembangkan dan ditulis naskahnya bersama rekannya, Djemima.
“Saat Menghadap Tuhan berangkat dari premis yang cukup sederhana, dari sekian banyak tindak kekerasan traumatis yang acap kali menimpa remaja, siapa yang paling bertanggung jawab melindungi dan membimbing mereka?,” ujar Rudi Soedjarwo saat press conference dan press screening film Saat Menghadap Tuhan di Episentrum XXI, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
“Saya menuangkan keresahan tersebut dalam film. Melalui film ini semoga penonton selalu berusaha mengenali diri sendiri dan menggali kehidupan secara lebih dalam. Film ini juga diiintensikan sebagai pemantik dialog, untuk selalu mempertanyakan dogma-dogma yang dijejalkan oleh masyarakat secara serta-merta. Dan penonton untuk berani vokal, bertindak, hingga memutus rantai trauma dan luka batin yang disebabkan oleh generasi pendahulunya,” katanya.
Film Saat Menghadap Tuhan bersentral pada kisah empat remaja dengan masalahnya masing-masing, yakni Damar (Rafi Sudirman), Gito (Abielo Parengkuan), Marlo (Dede Satria), dan Nala (Denisha Wahyuni), Damar, seorang pemuda yang semasa kecil berhasil membunuh preman yang telah menewaskan ayahnya. Ia ingin membahagiakan hidup ibunya, tumbuh dengan trauma dan kemarahan yang mengendap dalam dirinya bak gunung berapi aktif yang bisa meletus kapan saja. Gito adalah sahabat Damar yang lahir dari keluarga serba berkecukupan, namun broken home dan kerap jadi sasaran perundungan.
Nala hidup di tengah keluarga yang mana ayahnya kerap menyiksa dan memperkosanya. Nala bisa menemukan ketenangannya dalam aktivitas dalam bermusik, yang ia gunakan sebagai pelarian dari pahitnya realita. Sedangkan Marlo (Dede Satria), adalah sosok jagoan di sekolah, berayahkan pria bertahta, dan tumbuh dengan kekuasaan. Marlo pun kerap merundung para siswa di sekolahnya.
25 Tahun Rudi Soedjarwo Berkarya
Film perdana Rudi Soedjarwo yaknj Bintang Jatuh menyabet dua aktris pemenang Piala Citra: Dian Sastrowardoyo dan Marcella Zalianty. Bintang Jatuh pula yang meyakinkan duo produser Mira Lesmana dan Riri Riza, untuk akhirnya menggaet Rudi untuk menyutradarai Ada Apa dengan Cinta? (2002).
Saat itu menjadi salah satu film Indonesia paling ikonis sepanjang masa, Ada Apa dengan Cinta? juga menjadi penampilan debut aktor dan aktris muda yang dikemudian hari berhasil memposisikan diri mereka sebagai aktor kawakan dengan tiga di antaranya juga berhasil memenangkan Piala Citra lewat Nicholas Saputra, Adinia Wirasti, Ladya Cheryl, dan Sissy Priscillia. Dalam rentang 10 tahun setelahnya, film-film besutan Rudi konsisten melahirkan bakat-bakat cemerlang masa depan perfilman Tanah Air.
Mengejar Matahari (2004) yang jadi film pertama Fedi Nuril dan Fauzi Baadila; Sigi Wimala yang debut di Tentang Dia (2005); Dwi Sasono mendapatkan peran layar lebar pertamanya di Mendadak Dangdut (2006); Poppy Sovia, yang juga tampil dalam Saat Menghadap Tuhan, pertama kali bermain dalam layar lebar di Mengejar Mas-Mas (2007); dan dua personel Coboy Jr., Bastian Steel dan Iqbaal Ramadhan, pertama kali menjajal berakting di Lima Elang (2011).
“Kenikmatan dan kepuasan saya bikin film adalah bila mampu melahirkan manusia-manusia baru yang berbakat, baik di depan layar maupun di belakang layar dalam film saya. Jadi, karya saya bukan hanya filmnya, tapi juga manusia yang terlibat dalam pembuatannya. Hal itu yang membuat semua jadi layak diperjuangkan,” tandas Rudi Soedjarwo.
Movie & TV
Berlatar Indonesia 2027, Film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ Digarap bersama Hollywood Amazon MGM Studios

FEM Indonesia, Jakarta – Setelah merilis official trailer dan official poster, film terbaru penulis dan sutradara Joko Anwar “Pengepungan di Bukit Duri” (judul internasional “The Siege at Thorn High) merilis serial video di balik layar yang memperlihatkan bagaimana desainer produksi dan para kru membangun dunia film tersebut.
Berlatar pada Indonesia tahun 2027, film “Pengepungan di Bukit Duri” memperlihatkan suasana yang kacau, ketika latar kota Jakarta mengalami sebuah kemunduran. Set sekolah SMA Bukit Duri, yang menjadi salah satu latar di film “Pengepungan di Bukit Duri”, dibangun di atas bangunan bersejarah, Laswi Heritage di Bandung.
Dalam cerita, sekolah SMA Bukit Duri ini awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali, pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah. Desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekeolah, lorong, hingga ruang security. “Set sekolah di “Pengepungan di Bukit Duri” adalah sebuah sekolah yang dalam cerita tadinya berupa penjara, yang direnovasi dan dialihfungsikan sedemikian rupa sehingga bisa digunakan sebagai sekolah,” kata penulis dan sutradarafilm Pengepungan di Bukit Duri” Joko Anwar.
“Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya,” kata desainer produksi film “Pengepungan di Bukit Duri” Dennis Sutanto.
Sementara itu, pada set lain, menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan. “Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana,” sambung Dennis Sutanto.
Sementara itu sinematografer film “Pengepungan di Bukit Duri”, Jaisal Tanjung mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara. “Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini, harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya,” tambah sinematografer “Pengepungan di Bukit Duri” Jaisal Tanjung.
Joko Anwar menambahkan, setiap karakter tidak digambarkan sebagai manusia yang jahat. Namun, mereka hanya terjebak pada sebuah ketidakberuntungan. Meski secara film memiliki nuansa yang ‘kelam’ dalam mengemas Indonesia di masa mendatang, namun ia ingin mengajak penonton untuk berefleksi terhadap situasi Indonesia saat ini.
“Dunia di film ini tidak jauh dari Indonesia sekarang. Namun kami mengamplifikasi pesan tentang bagaimana seandainya trauma tidak diobati dan mengakibatkan bangsa kita berjalan ke arah yang lebih buruk dari sekarang. Kami ingin membuat sebuah film yang bercerita bagaimana suatu bangsa bisa hancur karena tidak ada respek satu sama lain,” tutup Joko Anwar.
Film “Pengepungan di Bukit Duri” adalah produksi bersama studio Hollywood Amazon MGM Studios dan Come and See Pictures yang akan tayang di jaringan bioskop Indonesia pada 17 April 2025. Film ini dibintangi oleh Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Raihan Khan, Farandika, Millo Taslim, Sheila Kusnadi, Shindy Huang, Kiki Narendra, dan Landung Simatupang.
Film “Pengepungan di Bukit Duri” mengikuti kisah Edwin (Morgan Oey), seorang guru seni di sebuah SMA. Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak kakaknya yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah. Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya.
Ketika akhirnya ia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota dan mereka terjebak di sekolah, melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Movie & TV
Film “Komang”, Kisah Romansa Nyata Raim Laode dan Istrinya Dikemas dengan Manis dan Emosional

FEM Indonesia, Jakarta — Film “Komang” menyajikan kisah asmara yang manis sekaligus penuh tantangan antara dua anak muda, Raim Laode alias Ode (Kiesha Alvaro) dengan Komang Ade Widiandari (Aurora Ribero).
Kisah keduanya berawal ketika mereka sama-sama menjalani kehidupan di kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Ode dikisahkan sebagai pemuda asli Buton yang memiliki minat di dunia stand-up comedy dan musik, serta dikenal sebagai sosok yang taat agama.
Sementara itu, Komang adalah perempuan dari keluarga transmigran asal Bali yang menetap di Baubau. Meski memiliki perbedaan, Ode tetap jatuh hati ketika bertemu dengan Komang hingga akhirnya menjalin kasih. Namun, ada banyak rintangan yang harus dihadapi Ode dan Komang di tengah hubungan asmara mereka. Mulai dari Ode yang mengejar mimpinya di dunia stand-up comedy dan musik hingga munculnya orang ketiga yang punya keyakinan yang sama dengan Komang.
Diproduksi Starvision dari produser Chand Parwez Servia, cerita dalam film ini diangkat dari kisah nyata perjalanan hidup komedian sekaligus musikus Raim Laode dengan Komang Ade Widiandari. Penonton akan diajak untuk mengikuti perjalanan asmara dari sejoli yang memiliki latar belakang berbeda tersebut lewat film garapan sutradara Naya Anindita ini.
Sebelum diangkat kisahnya ke dalam film, “Komang” juga sempat dijadikan sebagai sebuah judul lagu yang dibuat sekaligus dinyanyikan oleh Raim Laode yang rilis pada 17 Agustus 2022 lalu. “Komang” menjadi lagu yang sangat populer dan banyak masyarakat menyanyikan lagu tersebut. Makna lagu “Komang” juga menggambarkan garis besar hubungan Ode dengan Komang. Kini, kisah keduanya dikemas secara manis dan lebih lengkap lewat naskah yang ditulis oleh Evelyn Afnilia.
“Lewat film “Komang”, Starvision menyampaikan perayaan takdir cinta, dengan memberikan gambaran yang lebih nyata terhadap penonton dari hubungan Ode dengan Komang. Menjelaskan bagaimana mereka pertama kali bertemu, menampilkan berbagai rintangan yang harus dihadapi, hingga proses keduanya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perjalanan cinta keduanya dikemas dalam cerita yang terasa manis lewat film ini, serta ditemani oleh visual pemandangan yang indah dari wilayah Baubau, yang akan membuat kita merindukan kampung halaman. Semoga penonton Indonesia bisa terhibur dan dapat memetik pelajarandari hubungan Ode dan Komang di film ini,” ungkap produser “Komang” Chand Parwez Servia.
Sementara itu, sutradara Naya Anindita menambahkan tentang penggambaran hubungan antara Ode dan Komang (Ade) dengan keluarga mereka masing-masing. Sebab, hubungan dengan keluarga tersebut juga sangat berperan penting dalam menggambarkan perjalanan cinta keduanya di film “Komang”.
“Meski berfokus pada kisah asmara Ode dan Komang, kehadiran keluarga dari karakter masing-masing juga jadi hal yang penting dari film “Komang”. Sebagai contoh, hubungan antara Komang dengan ibunya (Ayu Laksmi), yang hadir sebagai salah satu rintangan di hubungan asmaranya dengan Komang. Kehadiran keluarga dari Ode dan Komang di film ini jugalah yang menjadi salah satu elemen emosional yang dapat dirasakan penonton ketika menyaksikan filmnya,” kata sutradara “Komang” Naya Anindita.
Film “Komang” menjadi pengalaman pertama bagi Kiesha Alvaro dalam memerankan karakter yang didasarkan dari sosok di dunia nyata. Menariknya lagi, dalam film ini Kiesha juga beradu akting dengan sosok nyata yang diperankannya, yaitu Raim Laode yang ikut terlibat sebagai pemeran pendukung.
“Ini suatu kebanggaan bagi saya untuk memerankan Raim Laode di film “Komang”. Saya juga mendapatkan kesempatan untuk lebih banyak mengenal beliau selama proses syuting sehingga membantu saya untuk mendalami sosok Ode yang saya perankan,” ucap pemain film “Komang” Kiesha Alvaro.
“Dari kecil, aku tinggal Bali, dan tentu saja aku familiar dengan logat dan dialek Bali. Jadi aku menggunakan memori itu, meskipun dari Starvision juga menyediakan juru dialek Bali yang semakin memudahkanku memerankan Komang. Aku sangat sayang dengan karakter Komang di film ini,” tambah Aurora Ribero yang memerankan “Komang”.
Raim Laode, yang kisahnya diangkat ke dalam film ini menjelaskan ia merasa senang bisa bekerja sama dengan Starvision karena memiliki pendekatan yang kekeluargaan. Ia juga senang, dengan film “Komang” ia bisa membagikan cerita perjuangan cintanya bersama sang istri.
“Bahagia sekali melalui film “Komang” saya bisa berbagi cerita tentang perjuangan cinta bersama istri, yang telah dicatat di Lauhul Mahfudz. Ini adalah cerita tentang dua insan yang jatuh cinta, dan kebetulan latar belakangnya berbeda. Namun, yang menang adalah cinta. Semoga film “Komang” bisa menjadi hiburan keluarga saat hari raya Idul Fitri di bioskop, dan merayakan cinta bersama orang-orang tersayang,” kata Raim Laode.
Selain Kiesha Alvaro dan Aurora Ribero, film “Komang” turut dibintangi oleh sejumlah aktor berbakat Indonesia. Mulai dari debut Adzando Davema, juga Cut Mini, Arie Kriting, Mathias Muchus, Ayu Laksmi, Neneng Risma, Rhesa Putri, Arman Dewarti, Ciaxman, Raim Laode, Anggika Bolsterli, Pevita Pearce, Afgansyah Reza, Naya Anindita, Shabira Alula, Azkya Mahira, Najla Putri, Sultan Hamonangan, Jonathan Alvaro, Oki DM, dan masih banyak lagi.
Film “Komang” akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai Lebaran 2025.
Movie & TV
Dikerjakan 5 Tahun, Film Animasi “JUMBO” Siap Ramaikan Layar Lebar di Libur Lebaran

FEM Indonesia, Jakarta – Film animasi “JUMBO” siap tayang di bioskop pada Lebaran 2025, menghadirkan kisah penuh kehangatan yang akan menyatukan keluarga Indonesia di tengah sukacita hari raya. Lebih dari sekadar film, “JUMBO” adalah sebuah surat cinta untuk semua penonton dari para kreatornya, film yang aman, nyaman, dan mengangkat nilai-nilai universal tentang keberanian, persahabatan, serta kasih sayang keluarga.
“JUMBO” mengikuti perjalanan Don, seorang anak yang sering diremehkan teman-temannya. Untuk membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar anak bertubuh besar yang selalu kalah, Don bertekad tampil di pertunjukan bakat dengan menampilkan sandiwara panggung, terinspirasi dari buku dongeng peninggalan orang tuanya.
Namun, segalanya berubah ketika seorang perundung mencuri buku tersebut, dan Don bertemu dengan sosok anak kecil misterius yang meminta bantuannya untuk kembali bersatu dengan orang tuanya. Bersama teman-teman barunya, Don memulai petualangan magical dan penuh keajaiban, mengajarkan arti kepercayaan diri, keberanian, dan persahabatan sejati.

Diisi suara oleh Prince Poetiray, Quinn Salman, Yusuf Ozkan, M. Adhiyat, Graciella Abigail, Ariel NOAH, Bunga Citra Lestari, Angga Yunanda, Cinta Laura Kiehl, Ratna Riantiarno, dan Ariyo Wahab.
Tiket Special Screening Habis Terjual
Antusiasme terhadap “JUMBO” sudah terasa sejak Ramadan, dimana Visinema Studios menggelar special screening di 20 kota, mulai dari Jakarta hingga Ambon. Hal ini dilakukan untuk merespons antusiasme penonton yang begitu baik setelah closed screening digelar.
Special Screening serentak dilakukan pada 15 Maret 2025 dan tiket pemutaran film dijual pada 10 Maret 2025. Hanya dalam waktu beberapa jam, tiket telah habis terjual di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Hal ini membuktikan bahwa “JUMBO” telah mencuri hati banyak penonton sejak awal.
Cerita Penuh Makna dan Keajaiban yang Menyentuh Inner Child Kita
Film animasi persembahan Visinema Studios dari Produser Anggia Kharisma dan Novia Puspa Sari serta dari Penulis dan Sutradara Ryan Adriandhy ini membawa sebuah nostalgia bagi para penonton lewat bangunan ceritanya yang menghangatkan. Pada sebuah masa ketika bermain bersama teman-teman seusia dan mendengarkan dongeng menjadi rutinitas masa kecil, dan menjadi memori kolektif oleh banyak orang hingga saat ini.

Kisah nostalgia tersebut hadir lewat petualangan Don (diisi suara oleh Den Bagus Sasono dan Prince Poetiray), bersama gengnya, Nurman (Yusuf Ozkan) dan Mae (Graciela Abigail), teman kecil dari dunia lain, Meri (Quinn Salman), hingga kegemasan trio Kambing Nurman yang akan membuat kita teringat dengan sahabat masa kecil.Dimulai dari sebuah keinginan sederhana Don untuk menunjukkan buku dongeng karya kedua orangtuanya di hadapan warga Kampung Seruni, mereka memulai sebuah petualangan yang magical dan tak terduga.
Mereka menghadapi rasa takut, melawan ketakutan yang hanya bisa dihadapi jika bersama, serta belajar arti tentang menerima dan memaafkan kesalahan. Lewat petualangan Don bersama teman-temannya, “JUMBO” mengajak penonton melihat dunia dari sudut pandang anak-anak dan kembali memeluk inner child dalam diri kita, mengingatkan kita akan kenangan-kenangan hangat semasa kecil yang hanya dilalui sekali seumur hidup.
“JUMBO adalah film yang lahir dari perjalanan panjang dan penuh cinta. Kami ingin menciptakan kisah yang bisa menghadirkan kehangatan dan membawa kita kembali ke masa kecil, ke momen-momen penuh imajinasi dan kebersamaan,” ujar Ryan Adriandhy, Head of Animation Development Visinema Studios sekaligus Penulis dan Sutradara “JUMBO”.
Rayakan Kualitas Animasi Lokal dengan Nonton “JUMBO” di Momen Lebaran
Dikerjakan selama sekitar lima tahun dengan melibatkan lebih dari 400 kreator lokal, “JUMBO” menjadi salah satu film animasi Indonesia dengan skala produksi terbesar. Tidak hanya itu, film ini juga mencetak sejarah sebagai film animasi Indonesia pertama yang akan hadir secara global di 17 negara, dan kemungkinan akan bertambah.
“Film animasi “JUMBO” dikerjakan dengan penuh cinta oleh ratusan kreator lokal. Kini, saatnya film ini menemukan tempatnya di hati penonton Indonesia. Lebaran adalah momen kebersamaan, dan film “JUMBO” bukan sekadar tontonan yang menghibur namun juga surat cinta untuk penontonnya dengan kisah yang hangat, penuh keajaiban, dan bisa menjadi teman bertumbuh untuk kita, anak dan keluarga Indonesia. Karena film ini dibuat untuk kita semua—untuk anak-anak kita, dan untuk anak – anak di dalam diri kita,” kata Anggia Kharisma, Chief of Content Officer Visinema Studios sekaligus Produser “JUMBO”.
-
NASIONAL12 hours ago
Safari Ramadhan Ke-2 ‘Bukber 1000 Anak Yatim’ Yapena, Sukses di Ponpes Darul Inayah Bandung Barat
-
NASIONAL5 days ago
Polri Apresiasi Keberhasilan Mukti Juharsa dalam Perang Melawan Narkotika
-
NASIONAL5 days ago
Vokalis DeEx Daniel Muharam Beli Lagu Ciptaan Anggita Anak Disabilitas di acara Bhakti Sosial YPAC Bali
-
NASIONAL5 days ago
Sandi Damkar Resmi Jadi Pegawai PPPK Depok Setara ASN atas Intruksi Supian Suri