FEM Depok – Jelang dibukanya proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kini berubah nama menjadi Sistem Penerimaan Murib Baru (SPMB) tahun ajaran 2025, sorotan tajam datang dari kalangan legislatif, salah satunya Anggota DPRD Kota Depok Fraksi PPP, Qonita Lutfiyah.
Qonita Lutfiyah mengingatkan bahwa Pemerintah Kota Depok untuk lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat, khususnya dalam penerapan sistem zonasi pendidikan. Katanya, pendidikan bukan sekadar urusan administratif, tetapi hak dasar setiap anak, termasuk mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu dan anak-anak yatim piatu.
“Pendidikan itu sangat penting. Kita harus peka. Jangan sampai karena aturan zonasi yang kaku, anak-anak yatim dan warga miskin yang tinggal dekat sekolah justru terpinggirkan. Mereka harusnya dipermudah, bukan dipersulit,” ujar Qonita,Rabu (28/5/2025).
Menurutnya, penerapan sistem zonasi seharusnya membawa keadilan dalam akses pendidikan, bukan malah menjadi pembatas. Ia menilai, anak-anak dari keluarga kurang mampu yang tinggal dekat dengan SMP Negeri di wilayahnya seharusnya mendapatkan prioritas akses, bukan disamakan perlakuannya dengan mereka yang mampu secara ekonomi.
“Jangan sampai aturan justru membelenggu. Ada banyak anak-anak yang rumahnya hanya beberapa meter dari sekolah, tapi tidak bisa masuk karena kalah bersaing dengan sistem zonasi yang tidak mempertimbangkan aspek sosial,” jelasnya.
Anak anak yatim dan warga miskin kata Qonita bukan sekadar angka dalam data statistik, melainkan manusia yang membutuhkan empati dan perlindungan dari negara, terutama dalam hal hak pendidikan. Sebagai legislator, Qonita mendesak Dinas Pendidikan Kota Depok untuk mengambil langkah afirmatif dengan menyediakan kuota khusus bagi anak-anak dari keluarga miskin dan anak yatim yang tinggal dekat dengan sekolah negeri.
“Ini bukan soal mengistimewakan, tapi soal memberikan kesempatan yang adil. Pemerintah harus punya sensitivitas. Anak-anak ini punya keinginan kuat untuk sekolah, tapi tidak punya daya tawar karena keterbatasan ekonomi,” jelasnya dan menambahkan bahwa penyediaan kuota afirmatif ini adalah bentuk konkret dari implementasi jaminan pendidikan oleh negara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Qonita juga mengapresiasi kualitas sekolah swasta di Depok yang dinilai sudah tidak kalah dengan sekolah negeri. Namun, bagi sebagian besar warga miskin, sekolah swasta masih menjadi pilihan yang sulit dijangkau secara finansial oleh anak-anak tak mampu dan yatim.
“Sekolah swasta memang bagus, tapi tetap saja banyak keluarga yang tidak mampu membayar. Di sinilah negara, melalui pemerintah kota Depok, harus hadir dan menjamin akses pendidikan yang inklusif,” ujarnya.
Qonita berharap Wali Kota Depok untuk turun langsung melihat realitas di lapangan, bukan hanya menerima laporan administratif dari atas meja. “Pak Wali harus melihat sendiri. Banyak anak-anak tidak mampu dan yatim yang justru dijauhi oleh sistem. Jangan sampai pemerintah hanya berpatokan pada aturan teknis tanpa melihat sisi kemanusiaan dan realitas sosial,” harap Qonita.
PPDB setiap tahun selalu diwarnai masalah, mulai dari sistem zonasi yang dianggap tidak adil hingga adanya praktik “titipan”. Karena itu, ia menyatakan mendukung penuh komitmen Wali Kota Depok dalam membersihkan praktik curang di PPDB tahun 2025.
“Saya sepakat dengan Pak Wali untuk menghilangkan permainan dalam PPDB, terutama titipan. Tapi yang lebih penting, pemerintah harus juga peka dengan anak-anak di sekeliling kita yang punya semangat tinggi untuk sekolah, tapi terbatas aksesnya,” tandasnya.
Qonita menyerukan moral bagi seluruh jajaran Pemkot Depok dan stakeholder pendidikan agar menjadikan PPDB 2025 sebagai momentum reformasi sistem pendidikan yang lebih adil dan manusiawi.


Tinggalkan Balasan