Connect with us

Movie & TV

Dopamin: Film Baru Angga Yunanda & Shenina Cinnamon, Dikejutkan Sekoper Uang dan Mayat Misterius

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta — Apa jadinya jika malam setelah menikah malah berubah jadi mimpi buruk? Itulah yang terjadi pada pasangan muda Malik (Angga Yunanda) dan Alya (Shenina Cinnamon) dalam film terbaru karya sutradara Teddy Soeria Atmadja berjudul Dopamin.

Film produksi Starvision dan Karuna Pictures ini baru saja merilis official trailer dan poster resminya, menandai awal promosi menuju penayangan serentak di bioskop pada 13 November 2025.

Dalam trailer berdurasi dua menit itu, penonton diajak menyelami kehidupan Malik dan Alya, pasangan yang baru menikah namun tengah menghadapi kesulitan ekonomi setelah Malik terkena PHK. Situasi berubah mencekam ketika seorang tamu asing datang menumpang di rumah mereka, lalu ditemukan tewas dengan jarum suntik di tangan, meninggalkan sekoper uang miliaran rupiah.

Sejak saat itu, hidup Malik dan Alya berubah total. Keputusan mereka untuk menyimpan uang tersebut membawa konsekuensi tak terduga yang menguji cinta, moral, dan kewarasan mereka.

Cinta, Dilema, dan Ujian di Tengah Krisis

Film Dopamin menghadirkan perpaduan antara romansa dan ketegangan psikologis, mengangkat tema yang sangat relevan dengan kehidupan banyak pasangan muda masa kini — perjuangan bertahan di tengah tekanan ekonomi.

“Film Dopamin punya tema yang dekat dengan banyak orang. Bagaimana pasangan muda menghadapi kesulitan finansial dan tetap berjuang membahagiakan satu sama lain. Teddy Soeria Atmadja membungkusnya dengan sudut pandang yang segar dan emosional,” ujar produser Chand Parwez Servia dari Starvision.

Angga & Shenina: Pasangan Nyata di Layar Lebar

Dopamin juga menjadi film pertama Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon sebagai pemeran utama sekaligus pasangan suami-istri setelah menikah di dunia nyata. Keduanya mengaku proyek ini terasa istimewa karena bisa berakting bersama sekaligus menyalurkan dinamika hubungan mereka ke dalam karakter Malik dan Alya.

“Ternyata seru banget main bareng pasangan sendiri. Kami bisa diskusi naskah bahkan sebelum tidur. Syuting jadi lebih efisien dan menyenangkan,” kata Angga Yunanda.

“Awalnya aku pikir bakal susah membedakan kehidupan nyata dan karakter, tapi ternyata malah kebalikannya — justru jadi lebih natural,” tambah Shenina Cinnamon.

Produksi Sehat dan Efisien

Dalam proses produksinya, Teddy Soeria Atmadja menerapkan sistem syuting sehat dengan durasi 28 hari dan jam kerja maksimal 12 jam per hari. Menurutnya, suasana kekeluargaan di lokasi syuting membantu menciptakan performa terbaik dari para pemain.

“Angga dan Shenina memberikan energi besar yang membuat proses produksi sangat lancar. Mereka membawa karakter Malik dan Alya jadi lebih hidup dan punya dimensi emosional yang kuat,” ujar Teddy.

Jadi Film Penutup Jakarta Film Week 2025

Sebelum tayang reguler di bioskop, Dopamin akan lebih dulu tayang perdana sebagai film penutup (closing film) di Jakarta Film Week (JFW) 2025 pada 26 Oktober 2025 di CGV Grand Indonesia. Antusiasme publik terlihat dari tiket penayangan perdana yang sudah terjual habis.

Film ini juga dibintangi oleh Anjasmara, Andri Mashadi, Teuku Rifnu Wikana, Totos Rasiti, Nagra Pakusadewo, Kiki Narendra, Rizky Inggar, Verdi Solaiman, Tike Priatnakusumah, Aida Nurmala, Willem Bevers, dan Alfian Phang.

Movie & TV

“Capek Miskin? Coba Jualan Sate Gagak!”, Film Komedi Horor Baru Siap Guncang Bioskop!

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta — Bagaimana jadinya kalau pesugihan malah bikin ketawa, bukan ketakutan? Rumah produksi Cahaya Pictures berafiliasi dengan BASE Entertainment resmi merilis trailer dan poster utama film komedi horor terbaru mereka berjudul Pesugihan Sate Gagak, yang akan tayang di bioskop mulai 13 November 2025.

Trailer berdurasi dua menit itu langsung mencuri perhatian lewat kekacauan absurd Trio Gagak tiga sahabat miskin yang nekat jualan sate daging gagak untuk pelanggan dari dunia lain alias para demit. Sementara poster utamanya menampilkan tiga wajah ketakutan yang dibayangi sosok misterius dengan tagline mencolok: “Awas Ketagihan!”

Dari Kisah Pesugihan Jadi Komedi Horor Absurd

Film ini bercerita tentang Anto (Ardit Erwandha), Dimas (Yono Bakrie), dan Indra (Benidictus Siregar) — tiga sahabat yang lelah hidup miskin dan mencoba jalan pintas lewat ritual pesugihan yang mereka anggap minim risiko. Alih-alih tumbal manusia, mereka justru membuka usaha aneh: jualan sate gagak untuk para makhluk gaib.

Penulis cerita, Nuugro Agung, mengungkapkan ide film ini terinspirasi dari kisah nyata di lingkungannya.

“Ide awalnya memang dari cerita pesugihan sate gagak, tapi bukan yang menyeramkan. Justru kami ubah jadi komedi absurd — kalau satenya enak dan setannya ketagihan, ya malah bikin repot!” ungkap Agung.

Cerita Agung kemudian diterjemahkan ke layar lebar oleh duo sutradara Etienne Caesar dan Dono Pradana. Etienne menuturkan bahwa film ini sengaja dirancang agar bisa dinikmati semua kalangan.

“Kalau dulu film horor selalu menakutkan, sekarang kami ingin buat versi yang lucu, segar, tapi tetap ada unsur mistisnya. Pokoknya bisa ditonton bareng keluarga dan teman-teman,” ujar Etienne.

Trio Komika Absurd dan Chemistry yang Natural

Salah satu daya tarik Pesugihan Sate Gagak adalah kekompakan para pemain utamanya. Improvisasi Trio Gagak sering kali dibiarkan bebas selama syuting.

“Kami kasih ruang improvisasi, dan hasilnya banyak yang spontan tapi lucu banget. Saya yakin penonton bakal ngakak, tapi juga ngerasa relate sama hidup mereka,” kata Dono Pradana.

Selain trio utama, film ini juga menampilkan Yoriko Angeline, Nunung, Arief Didu, dan Firza Valaza. Unsur komedi yang liar berpadu dengan pesan sederhana tentang keinginan manusia untuk keluar dari kesusahan hidup — membuat film ini terasa dekat dengan keseharian penonton.

Produser Aoura Lovenson Chandra dari Cahaya Pictures menambahkan:

“Kami selalu ingin membuat film yang relevan dan dekat dengan masyarakat. Banyak orang capek miskin dan pengin jalan pintas, tapi film ini menunjukkan bahwa tawa bisa jadi cara untuk menghadapi hidup.”

Tayang di Bioskop Mulai 13 November 2025

Pesugihan Sate Gagak merupakan hasil kolaborasi Cahaya Pictures dengan PK Films, Arendi, Anami Films, Laspro Media Sinema, dan IFI Sinema.

Film ini menggabungkan unsur horor lokal, komedi situasi, dan pesan moral ringan yang dikemas dengan cara menghibur.

Continue Reading

Movie & TV

Angkat Karya dan Isu Dunia Muslim, Madani Fest 2025 Sajikan 95 Film dari 24 Negara

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Madani International Film Festival 2025 (Madani Fest 2025) sukses digelar pada 8-12 Oktober 2025 di Taman Ismail Marzuki, Universitas Bina Nusantara dan Episentrum XXI dan Metropole XXI di Jakarta.

Edisi ke-8 dari festival ini, Madani Fest 2025 sebagaimana tahun-tahun sebelumnya mengangkat berbagai karya dan isu yang berkembang di dunia Muslim. Kali ini memilih tema “Misykat” atau Ceruk Cahaya sebagai awan gelap tragedi kemanusiaan di dalam negeri dan di luar negeri berupa genosida Israel atas rakyat Palestina yang kunjung selesai.

Direktur Festival Ahmad Rifki, Madani Fest 2025 merupakan program dari Citra Kawasan Pusat Kesenian Jakarta TIM (Taman Ismail Marzuki) yang secara khusus menjadi bagian dari Jakarta 500 tahun.

Ia mengungkapkan, festival ini hadir atas dukungan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, sehingga selaras dengan empat matra Madani Fest tentang Islam yang hidup (Living Islam),
kewargaan (Civic), Adab (Civilization) dan Kota (City), pihaknya tahun ini mencanangkan program Jakarta Banget yang pekat bernafaskan Jakarta dan budaya kota.

Selain itu, pihaknya juga memberikan ruang bagi puluhan komunitas kota memaparkan gagasan dan concern mereka dalam forum-forum diskusi dan kelas pakar selama festival.

“Sebanyak 95 film dari sekitar 24 negara diputar selama lima hari festival. Di antara film-film yang ditayangkan, terdapat 15 film finalis Madani Shorts Film Competition, dipilih di antara 1711 film yang diajukan para sineas dari berbagai negara,” ujar Ahmad Rifki.

“Selama festival, 15 film finalis akan diputar dan dinilai oleh tiga juri internasional, yaitu Philip Cheah dari Singapura, Sajid Farda (Inggris), dan Natalie Stuart (Australia), untuk
ditentukan 4 pemenangnya,” katanya.

Sementara itu, sutradara Garin Nugroho melalui pesan video menilai, tema Misykat mengajak kita semua memusatkan pandangan sebagaimana sebuah senter penerang pada kehidupan yang lebih baik. “Sudah selayaknya kita memberi terang pada kehidupan dengan film-film yang dipilih dalam festival ini,” ucap Garin.

Garin ini sendiri merupakan anggota Board Madani, tahun ini karya-karyanya juga menjadi fokus Retrospeksi Madani Fest 2025. Dikurasi oleh pengamat budaya pop dan kritikus film Hikmat Darmawan, film-film Garin antara lain Mata Tertutup, Serambi, Rindu Kami Padamu, Tepuk Tangan, dan yang terbaru, Nyanyi Sunyi Dalam Rantang.

Madani Fest 2025 secara khusus mengangkat Dataran Sahel (Sahel Plateau) sebagai Focus Country tahun ini. Kurator program ini, Bunga Siagian dan Yuki Aditya, menyoroti gejolak dekolonisasi di sana, selain juga karena Sahel yang termasuk di dalamnya Timbuktu, merupakan di mana peradaban Islam juga berakar. Lima film yang diputar dalam program Sahel ini merupakan karya-karya para sineas Burkina Faso, Senegal, Mali, dan Nigeria.

Selain pemutaran film, kelas pakar dan diskusi, Madani Fest juga menggelar 15 pertunjukan menampilkan antara lain
musisi Panji Sakti, Almamosca, pendakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar, dan komedian negeri jiran Malaysia, Rizal van Geyzel.

Inayah Wahid yang juga anggota Board Madani menyatakan, Madani Fest berharap bisa menjadi salah satu ruang
budaya yang dapat menginspirasi suatu transformasi kebudayaan.

“Kondisi saat ini memerlukan perubahan kebudayaan yang masif. Gerakan kebudayaan seharusnya membawa nilai-nilai keagungan manusia, dan Madani Fest harus menjadi bagian dari gerakan itu,” kata putri mendiang Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Continue Reading

Kuliner

Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.

Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.

“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.

Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh

Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.

Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail  minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.

Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes

Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.

Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.

“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.

Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara

Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.

Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.

Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Trending