Movie & TV
Film “Tulang Belulang Tulang, Semangat Kekeluargaan Budaya Batak, Begini Ceritanya!

FEM Indonesia Taiwan – Film drama roadtrip terbaru persembahan Adhya Pictures dan Pomp Films, “Tulang Belulang Tulang” karya sutradara Sammaria Sari Simanjuntak akan tayang di jaringan bioskop mulai 26 September 2024.
Film yang didukung oleh PMM, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek yang juga merupakan hasil inkubasi dari program Indonesiana Film 2021 yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek guna mendukung inisiatif-inisiatif masyarakat di bidang Kebudayaan termasuk bidang perfilman.
“Tulang Belulang Tulang” dibintangi oleh Atiqah Hasiholan (Mami Laterina), Tasha Siahaan (Cian), Tanta Ginting (Tulang Ucok), David Saragih (Papi Mondo), Cornel Nadeak (Alon), Lina ‘Mak Gondut’ Marpaung (Opung Tiolin) dan Landung Simatupang (Tulang Tua). Semua pemeran ini juga memiliki darah keturunan Sumatera Utara.

Selain para pemeran, jajaran kru film juga didominasi oleh para sineas perempuan berdarah Sumatera Utara. Di antaranya sutradara dan ko-penulis Sammaria Sari Simanjuntak, ko-penulis Lies Nanci Supangkat, sinematografer Anggi Frisca, assistant director Eigi Pohan, hingga make up artist Stella Gracia. Selain mereka, assistant director Genhart Manullang dan VFX Artist Erickson Siregar juga berdarah Sumatera Utara.
“Tulang Belulang Tulang” berkisah tentang sebuah keluarga yang akan melaksanakan upacara ‘Mangokal Holi’ (pemindahan tulang belulang leluhur), yang menjadi kebanggaan bagi keluarga Batak yang mampu melaksanakannya. Celakanya, koper berisi tulang belulang Tulang Tua (Kakek Buyut) hilang! Mereka harus segera menemukan tulang kalau tidak mau dikutuk Opung (Nenek) dan seluruh keluarga besar yang sudah menunggu siap berpesta di tepi Danau Toba.
Perjalanan mencari tulang memaksa mereka bersatu mengarungi banyak cobaan: mulai dari ngebut-ngebutan di jalanan berliku di tepian Danau Toba, kejar-kejaran dengan anjing pemakan tulang, sampai melintasi hutan ber harimau, menggunakan high heels! Kehormatan keluarga mereka dipertaruhkan. Perjalananan ini membuat mereka mempertanyakan kembali apa arti harga diri bagi keluarga mereka.

Layaknya perjalanan keluarga Mami Laterina bersama keluarga, perjalanan film “Tulang Belulang Tulang” juga tidaklah mudah dan penuh liku. Memproduksi film dengan cerita lokal, dilandasi semangat kekeluargaan seluruh tim di film ini, membawa “Tulang Belulang Tulang” akhirnya bisa tayang di bioskop dan akan menghibur masyarakat Indonesia.
Produser “Tulang Belulang Tulang” Shierly Kosasih menuturkan, perjalanan film ini memiliki lika-liku yang panjang. Namun dengan semangat kekeluargaan yang dibina bersama seluruh tim yang terlibat, memberikan kesan mendalam. Ada kesenangan luar biasa untuk bisa ada di lingkungan produksi kreatif yang nyaman, terlebih dengan adanya ruang eksplorasi bagi para sineas perempuan.
“Adhya Pictures sangat excited bisa mempersembahkan “Tulang Belulang Tulang” kepada penonton indonesia. Film yang membawa semangat kekeluargaan, relationship healing antar generasi serta indah dan kentalnya tradisi Indonesia. Semangat dan value yang ada dalam proses produksi dan dalam film ini seirama dengan visi kami, di mana founder Adhya Group-Adhya Pictures yang juga sekaligus produser eksekutif, Bapak Ricky Wijaya adalah Putra Daerah yang selalu passionate dalam membawa local go national dalam setiap bidang bisnisnya,” kata produser “Tulang Belulang Tulang” Shierly Kosasih.
Mengeksplorasi keindahan Danau Toba dan setiap sudutnya, membuat “Tulang Belulang Tulang” menjadi film yang menyuguhkan perjalanan keluarga Batak Mami Laterina. ”Tulang Belulang Tulang” memadukan kekayaan tradisi masyarakat Batak dengan tema universal tentang keluarga, identitas, dan pencarian makna. Upacara Mangokal Holi, menjadi latar belakang yang mengharukan bagi perjalanan pribadi para karakter di film. Dari momen kesialan namun lucu di jalan hingga momen-momen yang mengharukan, “Tulang Belulang Tulang” menawarkan perpaduan yang menyenangkan antara tawa dan emosi.
“Berada di perjalanan yang melintasi Danau Toba, tentu saja disuguhi pemandangan yang indah dan udara yang dingin. Danau Toba adalah sesuatu yang majestic. Ada semacam makna simbolis juga antara latar Danau Toba dan permasalahan yang dihadapi keluarga Batak di film ini,” kata sutradara “Tulang Belulang Tulang” Sammaria Sari Simanjuntak.
Sammaria berharap, film “Tulang Belulang Tulang” bisa membawa kebahagiaan dan kesenangan. Film yang diproduksi dengan semangat kekeluargaan dan latar belakang daerah Sumatra Utara ini juga ingin mengajak penonton untuk merayakan setiap perjuangan yang dilalui dalam hidup.
Sementara itu, Atiqah Hasiholan yang berperan sebagai Mami Laterina menambahkan, di balik keindahan Danau Toba yang menjadi latar film ini, juga seperti menjadi cerminan perjalanan film “Tulang Belulang Tulang.”
“Sama seperti danau Toba, untuk menikmati keindahannya kita juga dihadapkan pada jalanan yang berliku, keluarga di film ini pun menghadapi tantangannya. Seperti perjalanan filmnya, yang panjang namun pada akhirnya bisa dipersembahkan untuk penonton Indonesia,” kata pemeran Mami Laterina Atiqah Hasiholan.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, menyampaikan tayangnya film “Tulang Belulang Tulang” di bioskop menandakan terjaga dan makin kuatnya ekosistem dunia perfilman Indonesia secara baik.
“Ini merupakan hal yang sangat baik dalam penguatan ekosistem film Indonesia. Kemendikbudristek selalu mendukung serta memfasilitasi sineas Indonesia agar terus berkembang, terutama melalui program-program yang kami laksanakan,” ujar Hilmar.
Hilmar juga menyampaikan apresiasi terhadap film “Tulang Belulang Tulang” yang merupakan hasil inkubasi dari program Indonesiana Film 2021 yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek mampu menembus tayang di bioskop Indonesia dalam waktu dekat ini.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, memastikan bahwa pemerintah selalu hadir memberikan dukungan kepada para sineas Tanah Air untuk berkarya sehingga memperkuat ekosistem film nasional.
“Setelah produksi yang begitu sistematis, selamat dengan tayangnya film “Tulang Belulang Tulang”. Kami di Kemendikbudristek akan terus mendukung kerja-kerja kreatif para sineas, agar ke depannya semakin banyak prestasi film Indonesia di kancah internasional,” ucap Mahendra.
Terakhir Mahendra menginginkan ke depannya makin banyak lagi film karya sineas nasional hasil inkubasi Indonesiana Film yang dapat berkiprah lebih jauh, sehingga membuka pintu lebar bagi para sineas nasional untuk unjuk gigi di festival film internasional.
Film “Tulang Belulang Tulang” tayang di bioskop mulai 26 September 2024.
Movie & TV
“Penjagal Iblis: Dosa Turunan”, Film Duel Intens Satine Zaneta & Niken Anjani

FEM Indonesia, Jakarta — Sukses dengan film panjang debutnya yang meraih predikat blockbuster, sutradara Tommy Dewo kembali dengan film horor yang menyegarkan berbalut aksi “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” dari rumah produksi Screenplay Films, bekerja sama dengan Rapi Films dan IFI Sinema.
Film akan menyajikan aksi duel yang intens Satine Zaneta dengan Niken Anjani, sebagai sesama keturunan iblis yang memiliki misi masing-masing. Selain itu, menjadi penjelajahan baru dalam genre horor Indonesia dengan balutan aksi serta latar belakang dunia supranatural yang penuh teka-teki misteri dan menyeret nasib umat manusia ke dalam pertempuran para keturunan iblis.
Selain dibintangi Satine Zaneta dan Niken Anjani, juga dibintangi oleh aktor Pemenang 2 Piala Citra FFI Marthino Lio, Naomi Christy, Kiki Narendra, Gusty Pratama, Eduwart Manalu, dan aktor senior Budi Ros. Wicky V. Olindo menjadi produser film ini, dengan Sunil G. Samtani, Sunar Samtani, dan Adi Sumarjono menjadi produser eksekutif.
“Penjagal Iblis: Dosa Turunan” dibuka dengan adegan tragis ketika satu keluarga dibunuh secara brutal saat seorang ustaz sedang meruqyah anak mereka yang kerasukan. Satu-satunya yang selamat adalah ustaz yang melakukan ruqyah tersebut. Pelaku pembunuhan keluarga itu adalah Ningrum (Satine Zaneta), gadis 19 tahun yang ditahan di rumah sakit jiwa karena diduga delusial.
Seorang wartawan bernama Daru (Marthino Lio), mendapatkan tugas untuk meliput kasus tersebut. Saat wawancara, Ningrum mengaku ia adalah seorang Penjagal Iblis yang masuk ke dunia, dan keluarga tersebut adalah para Iblis yang digunakan Pakunjara (Niken Anjani), untuk membangkitkan kembali Eyang Guru dari sekte Pemuja Iblis.
Pertempuran antara Ningrum, sang Penjagal Iblis dan Pakunjara, sang Pemuja Iblis tak terelakkan lagi. Daru yang terperangkap di tengah situasi itu, tak punya pilihan lain selain membantu Ningrum menghadapi Pakunjara dan Iblis yang akan ia bangkitkan.
“Screenplay Films selalu berkomitmen untuk melahirkan karya yang inovatif. Melalui film “Penjagal Iblis: Dosa Turunan”, kami ingin menghadirkan karya horor yang fresh, melalui pendekatan dunia supranatural yang bersinggungan dengan nasib umat manusia, dan aksi duel intens yang akan memberikan pengalamanmenonton penuh ketegangan. Tommy Dewo berhasil membawa horor Indonesia ke level yang berbeda dan menawarkan sesuatu yang baru dan masih jarang dijelajahi,” kata produser “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” Wicky V. Olindo dari Screenplay Films.
Sementara Sutradara Tommy Dewo mengatakan dalam pengembangan konsepnya, ia banyak terinspirasi dengan dunia anime yang mengeksplorasi kekuatan di luar kehidupan manusia, namun memiliki akibat yang dapat membuat keberlangsungan umat manusia terancam. Hal itu ia hadirkan lewat peran Ningrum yang berhadapan dengan Pakunjara.
“Film “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” akan memberikan penonton sebuah pengalaman sinematik yang belum pernah ditemukan dalam horor Indonesia. Ketika duel yang sangat intens antara dua kekuatan di luar dunia manusia turut berdampak pada kehidupan manusia. Ningrum memercayai ia adalah sosok Penjagal Iblis yang mencegah Pakunjara, Pemuja Iblis yang memiliki misi untuk membangkitkan Eyang
Guru, dengan cara mengambil jantung dari para pemuka agama. Kehadiran Daru, sebagai wartawan yang berada di tengah misi mengungkap kasus pembunuhan berantai itu, juga akan memberikan rasa penasaran penonton untuk mengungkap misteri teka-teki yang sebenarnya terjadi,” papar sutradara “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” Tommy Dewo.
“Penjagal Iblis: Dosa Turunan” akan memperkenalkan pendekatan baru Tommy Dewo yang menyatukan dunia mistis dan pertarungan fisik dalam satu semesta yang brutal dan atmosferik. Film ini bukan hanya membangun atmosfer, tapi juga memicu adrenalin. Iblis tidak hanya hadir dalam bayangan, tapi dalam pertarungan. Setiap kematian memiliki pola, setiap ritual memiliki tujuan.
Tonton film horor-aksi “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” untuk mengungkap misteri dibaliknya, tayang mulai 30 April 2025 di bioskop Indonesia!
Movie & TV
Film “Perang Kota”, Sajikan Cinta, Perjuangan, Pengkhianatan di Medan Tempur dan di Ranjang

FEM Indonesia, Jakarta — Sebuah karya terbaru dari penulis dan sutradara peraih 2 Piala Citra untuk Sutradara Terbaik FFI Mouly Surya, “Perang Kota” akan tayang mulai 30 April 2025 di seluruh bioskop Indonesia!
Film persembahan Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures dari adaptasi “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis ini akan menghadirkan kisah cinta segitiga di tengah kekacauan perang di kota Jakarta pada tahun 1946. Mempertaruhkan cinta dan perjuangan yang diselimuti pengkhianatan.
Mouly Surya akan membawa penonton ke mesin waktu saat Jakarta kembali diinvasi oleh Belanda pada 1946, di tengah kekacauan kota yang mulai ditinggalkan oleh warga dan pemimpinnya. Ada perjuangan gerilya dari para anak muda yang mempertaruhkan nyawa dan harga dirinya agar bangsa Indonesia yang baru saja merdeka tak lagi jatuh ke tangan penjajah.
“Perang Kota” menyajikan interpretasi kontemporer untuk memaknai nuansa vintage Jakarta dengan lanskap bangunan tuanya namun dipenuhi oleh karakter-karakter yang dinamis dengan gaya busananya yang modis. Jakarta era 40-an ditampilkan dengan kontras penuh warna dan kota yang muram, menunjukkan suasana kota yang penuh gejolak di tengah peperangan.

“Ide dasar dari film “Perang Kota” adalah saya ingin menunjukkan kehidupan orang-orang yang berada dalam masa peperangan, dalam konteks di suatu kota yang tengah berada di bawah tekanan. Dengan memberikan banyak warna, ada cinta hingga banyak gejolak yang terjadi. Gaya 1946 juga ditampilkan dengan mendesain kota Jakarta yang banyak memiliki gang-gang sempit. Ini menjadi seperti metafora, bahwa guerilla fighting itu ada di Indonesia. Pertarungan dan peperangan tak terjadi di jalan-jalan besar tapi lewat jalan-jalan kecil,” kata penulis dan sutradara “Perang Kota” Mouly Surya.
Produksi Berkelas dari Ko-Produksi Internasional
Film “Perang Kota” dibintangi oleh Chicco Jerikho, Ariel Tatum, Jerome Kurnia, Rukman Rosadi, Imelda Therinne, Faiz Vishal, Anggun Priambodo, Ar Barrani Lintang, Chew Kinwah, Alex Abbad, Indra Birowo, Dea Panendra, dan lain-lain. Menjadi ko-produksi antara Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja, film ini diproduksi oleh Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures. Dan menjadi ko-produksi bersama Giraffe Pictures, Volya Films, Shasha & Co. Production, DuoFilm AS, Epicmedia, Qun Films, dan Kongchak Pictures.
Film “Perang Kota” diproduseri oleh Chand Parwez Servia, Fauzan Zidni, Tutut Kolopaking, dan Rama Adi, serta Willawati sebagai produser eksekutif. Film ini juga turut diko-produseri produser Indonesia dan internasional, di antaranya Anthony Chen, Tan Si En, Denis Vaslin, Fleur Knopperts, Isabelle Glachant, Ingrid Lill Høgtun, Marie Fuglestein Lægreid, Linda Bolstad Strønen, Bianca Balbuena, Bradley Liew, Axel Hadiningrat, Giovanni Rahmadeva, Siera Tamihardja, dan Loy Te.
Film juga menggunakan format audio Dolby Atmos, yang akan memberikan pengalaman menonton lebih imersif dan sinema absolut. Sementara tata suara dikerjakan oleh sound designer asal Prancis Vincent Villa, di Kamboja. Vincent Villa sebelumnya juga banyak terlibat di film-film peraih penghargaan dan berkompetisi di festival film internasional. Untuk sound foley, film ini dikerjakan oleh Yellow Cab di Paris. Yellow Cab merupakan salah satu studio desainer foley terbaik di dunia, yang turut mengerjakan film pemenang 2 Piala Oscar “Emilia Perez” dan “Fight Club”.“
Ko-produksi dengan para rumah produksi dan kru internasional memberikan nilai tambah bagi film “Perang Kota”. Secara production valuejuga menjadi lebih meningkat. Ada kontribusi dengan berko-produksi bersama para kru-kru internasional dengan para kru perfilman Indonesia. Terutama untuk VFX, yang menjadikan film “Perang Kota” bisa merepresentasikan visual Jakarta 1946 menjadi lebih sempurna. Lewat kolaborasi internasional ini juga menjadi pertukaran informasi dan pengetahuan bagi sesama pekerja film kita,” ujar produser Rama Adi dari Cinesurya.
“Perang Kota” sekaligus menjadi komitmen bagi Starvision untuk mendukung film-film yang menjelajahi tema-tema yang jarang dieksplorasi oleh sineas Indonesia, sekaligus sebagai upaya memberikan keragaman genre dan tema untuk mendorong pertumbuhan industri perfilman Indonesia.
“Starvision selalu percaya dengan visi yang dibawa oleh sineas dengan daya eksplorasi terhadap penceritaan yang menawarkan perspektif baru dalam sinema Indonesia. Mouly Surya memberikan kita sebuah karya yang akan memantik kemungkinan-kemungkinan baru yang jarang diceritakan lewat film ini,” tambah produser Chand Parwez Servia dari Starvision.
“Kaninga selalu mendukung film-film dengan kisah kompleks, dan memiliki visi yang kuat; dan “Perang Kota” memiliki hal itu. Sebuah kehormatan untuk bisa kembali bekerja sama dengan Cinesurya, kali ini dengan skala produksi yang lebih besar. Semoga film ini bisa menghadirkan warna unik yang memperkaya katalog perfilman Indonesia yang kian beragam,” ujar produser eksekutif “Perang Kota” Willawati dari Kaninga Pictures.
Romansa di Tengah Perang
Chicco Jerikho, yang memerankan Isa mengungkapkan karakternya memiliki dimensi berlapis. Pada satu sisi, Isa harus menghadapi masalah impotensinya, namun di satu sisi ia juga harus tetap berjuang melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.
“Isa di film ini memiliki spektrum yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang ada di bukunya. Mouly memberikan multi-dimensi untuk karakter Isa yang harus saya refleksikan di dalam film. Ia sosok yang flamboyan, pejuang, tetapi juga punya perjuangannya sendiri di rumah tangganya bersama Fatimah. Dengan sisi tragisnya yang tak ada ujungnya,” kata Chicco Jerikho.
Sementara itu, Ariel Tatum mengatakan karakter Fatimah di film ini tidak ditempatkan sebagai sepenuhnya antagonis, meski ia melakukan pengkhinatan terhadap suaminya, Isa. Fatimah harus berjuang dengan kegundahan batinnyadalam mengurus urusan domestik, juga mengurus anak yang dibawa Isa ke dalam rumah mereka.
“Di bukunya, Fatimah adalah ibu rumah tangga yang berselingkuh dengan Hazil, teman seperjuangan suaminya, Hazil. Namun Mouly memberikan sedikit transformasi di filmnya. Fatimah membawa persona sosok perempuan yang tangguh dan mewakili perempuan pada masanya. Fatimah adalah sosok yang kuat, dan keras.
Masa 1940-an tentu bukan masa yang mudah bagi perempuan, dan saya bangga Mouly menerjemahkan Fatimah sebagai sosok perempuan yang memiliki daya resiliensi tangguh di tengah perang yang berkecamuk,” kata Ariel Tatum.
Movie & TV
Film Senyum Manies Love Story, Kisah Anies Baswedan Muda Seimbangkan Urusan Hati dan Aktivis

FEM Indonesia, Jakarta – Senayan City XXI menjadi saksi perilisan poster dan trailer resmi film Senyum Manies Love Story, Senin (21/4). Film genre drama romantis saat masa muda Anies Baswedan yang kali pertama bersua isterinya, Fery Farhati tersebut akan tayang di bioskop pada 12 Juni 2025.
Sutradara film Senyum Manies Love Story, Rony Mepet mengatakan walau film ini menyuguhkan kisah romansa remaja namun tidak sama dengan film sejenis.
“Saya berharap ini film dengan genre remaja yang baru,” ujarnya.
Hal ini tanpa alasan. Menurut Rony kisah film tersebut bukan melulu mengenai asmara dan romansa remaja melainkan tentang persahabatan dan nilai keluarga yang membentuk karakter mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Setali tiga uang. Penulis skenario film Senyum Manies Love Story, Tisa TS mengaku film ini mengandung banyak pesan sehingga dapat menjadi inspirasi bagi seseorang untuk menggapai cita-citanya.
“Jadi film ini bukan hanya sekedar tontonan namun juga sebuah tuntunan,” katanya.
Di tempat yang sama, M. Fahad Haydra sebagai pemeran Anies muda, menyatakan bahwa film yang dibintanginya kali ini berbeda dengan film genre yang sama pada umumnya. Hal tersebut karena didalamnya terdapat karakter khas yang dimiliki Anies Baswedan.
“Adegan dan akting yang dilakukan tidak terlalu menguras emosi, karena karakter Pak Anies muda memang seperti itu,” jelas Fahad.
Film Senyum Manies Love Story ini menceritakan pemulaan pertemuan tidak terduga di kampus Universitas Gadjah Mada antara Anies dan Fery, dimana saat itu Anies merupakan mahasiswa baru yang aktif dan idealis, sementara Fery sosok cerdas serta berwawasan luas.
Karena latar belakang yang tidak sama, menjadikan ujian bagi keduanya. Pun dengan kedua orangtua mereka. Sehingga membuat Anies harus menyeimbangkan peran sebagai aktivis, urusan hati dan perasaannya.
Melalui film ini para penonton diajak melihat sisi lain pribadi Anies bukan hanya sebagai tokoh publik melainkan pula masa remaja pada umumnya termasuk merasakan jatuh cinta. [foto : dokumentasi/teks : denim]
-
NASIONAL2 days ago
Depok Mulai Gelar CFD 4 Mei, Tak Mau Kalah dengan Jakarta dan Bekasi
-
NASIONAL6 days ago
Perayaan Hari Kartini di Jakarta, 1.000 Perempuan & Gen Z Siap Pimpin Perubahan
-
Hiburan5 days ago
Sule, Charly Van Houten akan Panaskan HUT Kota Depok ke-26 di DOS, ini Jadualnya!
-
Music24 hours ago
Slank Berduka, Bunda Iffet Meninggal Dunia di Usia 87 Tahun