Connect with us

Movie & TV

“Pengin Hijrah” Rilis Teaser, Trailer, dan OST: Angkat Semangat Hijrah Anak Muda dari Gempuran Film Horor

Published

on

FEM Indonesia, JakartaRumah produksi Sinemata Buana Kreasindo (SBK) resmi meluncurkan teaser poster, trailer, dan original sound track (OST) film terbaru berjudul “Pengin Hijrah” dalam gelaran bertajuk Jelajahi Negeri Para Imam, Kamis (3/7).

Acara peluncuran digelar di Auditorium Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bagian dari rangkaian Mawara Al Nahar IndoFestive, bekerja sama dengan Majelis Ulama Uzbekistan.

Film Pengin Hijrah mengambil lokasi syuting utama di tiga kota bersejarah di Uzbekistan, yakni Tashkent, Samarkand, dan Bukhara. Kota Samarkand menjadi lokasi paling istimewa karena di sinilah berdiri kompleks makam dan museum Imam Bukhari, tokoh besar dalam sejarah hadis Islam. Lokasi ini menjadi kunci dalam benang cerita film, yang terinspirasi dari hadis pertama dalam kitab Shahih Bukhari, yakni tentang pentingnya niat dalam berhijrah.

“Semangat dan benang merah film ini disatukan oleh hadis tentang hijrah yang diriwayatkan Imam Bukhari. Niat menjadi pondasi setiap perbuatan manusia. Termasuk dalam keinginan berhijrah,” ungkap Rendy Gunawan, produser film Pengin Hijrah kepada FEM Indonesia.

Rendy menambahkan, bahwa film bercerita tentang Kisah cinta beda budaya ini menjadi salah satu daya tarik utama dalam film, yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana dua individu dari latar belakang berbeda memahami arti hijrah yang sebenarnya.

Drama Religi Romantis Penuh Perjuangan

Film Pengin Hijrah mengangkat kisah Alina, seorang mahasiswi yang menghadapi masalah besar akibat tersebarnya foto-foto vulgarnya di media sosial. Peristiwa itu membuatnya kehilangan beasiswa dan dikejar penagih utang. Alina pun putus dengan Joe, kekasihnya yang ternyata bertanggung jawab atas unggahan tersebut.

Dalam keterpurukannya, Alina bertemu Omar, mahasiswa akhir yang sedang menyusun skripsi. Kebaikan Omar mulai membuka hati Alina yang keras. Namun, kehadiran Aisyah, sahabat Omar, membuat Alina ragu akan cinta tersebut. Ujian terus datang hingga sahabatnya, Ulfa, meninggal karena kanker, dan Omar tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Di akhir cerita, Alina menemukan titik baliknya di Uzbekistan saat Omar datang menjemputnya. Namun, konflik memuncak ketika Nenek Omar menolak Alina karena bukan keturunan Uzbek. Alina merasa terhina ketika ditawari uang untuk meninggalkan cucunya.

“Alina menyadari bahwa selama ini niat hijrahnya belum tulus. Ia berhijrah bukan karena Allah dan Rasul-Nya, tapi karena cinta dan keterpaksaan. Di depan makam Imam Bukhari, ia akhirnya menemukan makna hijrah yang sesungguhnya.”

Peluncuran OST dan Klip Video “Arah Bersamamu”

Peluncuran teaser film juga dibarengi dengan peluncuran lagu OST berjudul “Arah Bersamamu” yang dinyanyikan oleh Nadzira Syafa. Lagu ini diaransemen ulang dengan sentuhan orkestra, dan klip videonya direkam di lokasi bersalju Amirsoy, kawasan ski terkenal di Uzbekistan.

“Kehadiran kami sangat tepat. Musim dingin baru mulai, tapi salju sudah turun. Visual yang dihasilkan sangat syahdu dan romantis,” ujar Rendy Gunawan.

Menuju Film Layar Lebar, Drama Musikal Lebih Dulu Hadir

Menariknya, film ini merupakan hasil ekranisasi dari novel karya Hengki Kumayandi, dan akan dikembangkan pula ke bentuk lain sebagai bagian dari strategi alih wahana. Bekerja sama dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan rumah produksi Multi Buana Kreasindo, film Pengin Hijrah diadaptasi menjadi pertunjukan drama musikal.

Pementasan drama musikal Pengin Hijrah akan digelar lebih dahulu sebagai bagian dari kampanye film ini, yaitu pada 23 dan 24 Agustus 2025 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM). “Biasanya drama musikal dibuat setelah filmnya sukses. Tapi kami ingin menyuguhkan pendekatan berbeda. Drama musikal ini justru menjadi bagian dari road to the movie,” ujar Rendy.

Tiket drama musikal Pengin Hijrah sudah tersedia di aplikasi dan situs Loket.com, dengan promo early bird diskon 50% hingga 6 Juli 2025.

Film Pengin Hijrah menyuguhkan kisah yang tidak hanya menyentuh sisi emosional penonton, tapi juga mengajak untuk merenung soal niat dan perjalanan spiritual. Dikemas dalam format visual dan musik yang indah, serta didukung kekayaan budaya Uzbekistan, film ini layak dinantikan sebagai salah satu film religi-romantis yang menginspirasi di tahun 2025.

Kuliner

Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.

Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.

“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.

Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh

Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.

Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail  minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.

Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes

Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.

Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.

“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.

Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara

Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.

Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.

Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.

Continue Reading

Movie & TV

“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.

“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.

Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.

“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.

Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.

“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.

Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.

“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.

Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.

Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Continue Reading

Movie & TV

Lembaga Sensor Film Ajak Mahasiswa UNAS Jakarta Lakukan Sensor Mandiri

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Komitmen Lembaga Sensor Film atau LSF untuk menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM) yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia terus digenjot terutama pada kalangan mahasiswa melalui kampanye LSF Goes to Campus.

Terbaru, kampus Universitas Nasional Jakarta (UNAS) menjadi tujuan sosialiasi GN BSM. Di depan lebih kurang 1.200 mahasiswa baru,  Ketua LSF RI, Dr. Naswardi, M.M, M.E mengatakan menyampaikan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang saat ini sedang mengalami kenaikan produksi film secara signifikan.

“LSF berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang ada di masyarakat. LSF juga konsisten melakukan sosialisasi tentang penggolongan usia yang dapat dijadikan panduan bagi penton film untuk memilih film yang akan ditonton sehingga menjadi tontonan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, S.IP, M.IKom menyatakan masyarakat selayaknya mengetahui penggolongan usia sehingga menjadi pertimbangan dalam memilih film yang akan ditonton.

“Penggolongan usia film adalah hal yang harus diketahui oleh masyarakat untuk dijadikan panduan dalam menentukan film yang akan ditonton. Dengan mengikuti penggolongan usia yang telah ditetapkan oleh LSF, film yang akan ditonton akan menjadi film yang sesuai dengan penonton dan memiliki kontribusi positif sesuai dengan tingkat kedewasaan penonton,” terang mantan wartawan infotainmen ini.

Dalam LSF Goes to Campus tersebut hadir pula penulis scenario film Jangan Panggil Mama Kafir, Lina Nurmalina, sutradara film Yakin Nikah, Pritagita, pelakon Tubagus Ali dan Ben Jeffye serta pedangdut, Hari Putra. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Trending