Movie & TV
Produser Film ‘Sumur Jiwo 1977’ Sayangkan Hingga Kini Belum Dapat Jadual Tayang di Bioskop

FEM Indonesia, Jakarta — Rumah produksi Black White Pictures kembali memproduksi film layar lebar terbaru berjudul “Banyak Anak Banyak Rejeki (Yang Harus Dicari!)”. Produksi film ini dilakukan di tengah belum tayangnya film mereka sebelumnya, “Sumur Jiwo 1977”, yang sudah diproduksi sejak 2024.
Hal itu diungkapkan Produser Black White Pictures, Fadli Fuad, dalam acara tasyakuran dan tumpengan produksi film yang digelar di P69 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (19/6/2025).
“Sudah satu tahun film Sumur Jiwo 1977 belum mendapatkan jadwal tayang di jaringan bioskop XXI. Kita terus diminta menunggu,” ungkap Fadli.
Fadli menyayangkan minimnya kesempatan bagi para produser muda untuk menayangkan karya mereka di bioskop nasional. Meski begitu, ia optimistis film Sumur Jiwo 1977 tetap akan mendapatkan penonton, bahkan sudah mendapat respon positif dari beberapa distributor film internasional.
Menurutnya, distributor Citrus Sinema siap memasarkan film tersebut ke sejumlah negara, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, hingga Australia. Namun, Fadli masih menahan penayangan internasional karena ingin film tersebut tayang lebih dulu di bioskop Indonesia.
“Harapannya masyarakat Indonesia bisa lebih dulu menyaksikan film ini sebelum beredar di luar negeri,” ujarnya.
Usung Budaya Betawi dan Nusantara
Film “Banyak Anak Banyak Rejeki” sendiri mengusung genre drama komedi romantis, dengan latar budaya lokal Betawi yang dikombinasikan dengan unsur budaya dari berbagai daerah di Indonesia.
“Dengan menampilkan budaya lokal dalam film, saya ingin mengajak masyarakat lebih mengenal, menghargai, dan mencintai budayanya sendiri,” ujar Fadli.
Menggandeng puluhan aktor senior dan komedian tanah air, film ini dibintangi oleh Fadli Fuad (juga sebagai produser dan pemeran utama), Elina Joerg, Opie Kumis, Hj. Elvy Sukaesih, Revaldo, hingga Bopak Castello dan Harry De Fretes. Bahkan turut melibatkan aktris legendaris Yatti Surachman serta sejumlah aktor pendatang baru.
Menurut Fadli, sejak awal dirinya memiliki misi menjadikan Black White Pictures sebagai rumah bagi para aktor senior agar tetap memiliki ruang berkarya.
“Ini bentuk penghormatan saya kepada para aktor legendaris yang sudah banyak berkontribusi bagi perfilman Indonesia,” tegasnya.
Cerita Tentang Kehidupan Keluarga Pinggiran Jakarta
Film ini mengangkat kisah Babeh Rojali, seorang penggali kubur yang hidup di tengah himpitan ekonomi bersama istri dan tiga anaknya. Hidup mereka berubah drastis setelah Bang Jali menemukan bongkahan emas saat sedang menggali kubur di tengah hujan lebat. Namun, kehidupan yang tampak indah itu justru membawa berbagai persoalan baru.
“Cerita film ini ringan, lucu, tapi sarat pesan moral. Di balik kekayaan materi, ada pertanyaan besar: apakah benar harta bisa mendatangkan kebahagiaan sejati?” jelas Fadli.
Produksi film ini didukung oleh PT Malahayati Nusantara Raya serta PS Enterprise, penyedia layanan servis dan penjualan console gaming terkemuka di Indonesia.
Selain Banyak Anak Banyak Rejeki, Fadli mengungkapkan bahwa pihaknya juga tengah mempersiapkan produksi “Sumur Jiwo 1977 Part 2”, meski film pertamanya belum tayang.
“Ini bentuk komitmen kami untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam dunia perfilman Indonesia,” tutup Fadli.
Kuliner
Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.
Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.
“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.
Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh
Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.
Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.
Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes
Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.
Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.
“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.
Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara
Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.
Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.
Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.
Movie & TV
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.
“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.
Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.
“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.
Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.
“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.
Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.
“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.
Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.
Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]
Movie & TV
Lembaga Sensor Film Ajak Mahasiswa UNAS Jakarta Lakukan Sensor Mandiri

FEM Indonesia, Jakarta – Komitmen Lembaga Sensor Film atau LSF untuk menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM) yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia terus digenjot terutama pada kalangan mahasiswa melalui kampanye LSF Goes to Campus.
Terbaru, kampus Universitas Nasional Jakarta (UNAS) menjadi tujuan sosialiasi GN BSM. Di depan lebih kurang 1.200 mahasiswa baru, Ketua LSF RI, Dr. Naswardi, M.M, M.E mengatakan menyampaikan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang saat ini sedang mengalami kenaikan produksi film secara signifikan.
“LSF berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang ada di masyarakat. LSF juga konsisten melakukan sosialisasi tentang penggolongan usia yang dapat dijadikan panduan bagi penton film untuk memilih film yang akan ditonton sehingga menjadi tontonan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, S.IP, M.IKom menyatakan masyarakat selayaknya mengetahui penggolongan usia sehingga menjadi pertimbangan dalam memilih film yang akan ditonton.
“Penggolongan usia film adalah hal yang harus diketahui oleh masyarakat untuk dijadikan panduan dalam menentukan film yang akan ditonton. Dengan mengikuti penggolongan usia yang telah ditetapkan oleh LSF, film yang akan ditonton akan menjadi film yang sesuai dengan penonton dan memiliki kontribusi positif sesuai dengan tingkat kedewasaan penonton,” terang mantan wartawan infotainmen ini.
Dalam LSF Goes to Campus tersebut hadir pula penulis scenario film Jangan Panggil Mama Kafir, Lina Nurmalina, sutradara film Yakin Nikah, Pritagita, pelakon Tubagus Ali dan Ben Jeffye serta pedangdut, Hari Putra. [foto : dokumentasi/teks : denim]
-
Movie & TV6 days ago
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat
-
NASIONAL5 days ago
Depok Memanas, Sandy Bongkar Dugaan Pemerasan Eks Ketua LSM Kapok, Kasno Lapor Polisi
-
NASIONAL5 days ago
Kemdiktisaintek Dorong Kolaborasi RSPTN Menuju Rumah Sakit Bertaraf Internasional
-
NASIONAL5 days ago
Hadiri Pengukuhan PWI Pusat 2025-2030, Ini Pesan Menkomdigi