Movie & TV
Rio Dewanto dan Faradina Mufti Bintangi Malin Kundang Versi Thriller Penuh Teka Teki

FEM Indonesia, Jakarta – Come And See Pictures secara resmi mengumumkan peluncuran film terbarunya yang sangat dinantikan, Malin Kundang. Film ini merupakan sebuah reinterpretasi modern dari legenda rakyat Indonesia yang telah melekat di benak masyarakat.
Dengan deretan bintang ternama seperti Rio Dewanto, Faradina Mufti, Vonny Anggraini, dan Nova Eliza, film ini menjanjikan sebuah pengalaman menonton yang berbeda, menyelami lebih dalam lapisan psikologis dan emosional dari kisah klasik tersebut.
Di bawah arahan dua sutradara muda berbakat, Rafki Hidayat dan Kevin Rahardjo, yang sebelumnya meraih pengakuan internasional melalui film pendek mereka Parasutnya, Malin Kundang versi terbaru ini hadir dengan perspektif yang lebih kompleks. Film ini tidak hanya sekadar mengulang kisah tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya, tetapi juga mengajak penonton untuk merenungkan konsep memori, trauma, dan makna sejati dari sebuah keluarga.
Dalam adaptasi modern ini, karakter utama bernama Alif, yang diperankan dengan apik oleh Rio Dewanto, mengalami sebuah kecelakaan tragis yang mengakibatkan hilangnya sebagian ingatannya. Sekembalinya ke rumah, ia disambut oleh istri dan anaknya. Namun, kebingungan melandanya ketika ia mendengar kabar bahwa ibunya akan segera datang berkunjung.
Konflik batin yang mendalam pun muncul saat Alif menyadari bahwa ia sama sekali tidak memiliki ingatan tentang sosok ibunya. Dari titik inilah, alur cerita legendaris Malin Kundang dipresentasikan kembali dalam balutan atmosfer thriller psikologis yang penuh dengan ketegangan.
Faradina Mufti memerankan karakterNadine, istri Alif, yang dengan penuh dedikasi berusaha untuk menjaga keutuhan keluarganya di tengah kondisi suaminya yang kehilangan kepingan-kepingan memori. Sementara itu, Vonny Anggraini dan Nova Eliza berhasil membawakan emosi yang kuat dan mendalam, merefleksikan pergolakan batin seorang ibu yang merasa ditolak oleh anaknya sendiri, sebuah penggambaran yang pasti akan menyentuh hati para penonton.
Pendekatan visual yang diterapkan dalam film ini sangat sinematik dan atmosferik. Tata pencahayaan dan penggunaan lensa dirancang secara khusus untuk secara efektif menggambarkan kekacauan mental yang dialami oleh karakter utama. “Kami ingin membawa penonton masuk ke dalam kepala Alif, agar ikut merasakan kebingungan dan trauma yang ia alami,” ungkap sutradara Kevin Raharjo.
Film Malin Kundang versi modern ini merupakan wujud kontribusi dari Come And See Pictures dalam upaya menghidupkan kembali kekayaan cerita rakyat Indonesia dengan sentuhan yang lebih segar dan relevan bagi generasi masa kini. Film ini ingin menyampaikan bahwa kisah Malin Kundang tidak hanya berkutat pada isu kedurhakaan, tetapi juga menyentuh tema-tema universal seperti memori yang hilang, pencarian identitas, dan luka batin yang seringkali tidak terlihat secara kasat mata.
Dengan jadwal penayangan yang direncanakan di seluruh bioskop Indonesia pada akhir tahun 2025, Malin Kundangdiproyeksikan akan menjadi salah satu film drama-thriller lokal yang paling dinantikan. Kombinasi antara akting para pemain yang memukau, sinematografi yang menawan, dan reinterpretasi cerita legendaris yang berani, film ini diyakini akan mampu mengguncang emosi penonton dari berbagai latar belakang usia.
Antusiasme terhadap film ini semakin meningkat dengan dirilisnya informasi mengenai pendekatan psikologis yang mendalam terhadap karakter-karakternya.
Penonton diharapkan tidak hanya menyaksikan alur cerita yang sudah dikenal, tetapi juga diajak untuk memahami kompleksitas emosi dan motivasi di balik tindakan-tindakan yang terjadi, menjadikan Malin Kundangsebuah tontonan yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan ruang untuk refleksi. foto dok. come and see pictures
Kuliner
Chef Juna dan Fine Tastes Hadirkan Keajaiban Cengkeh Manado di Film “A (C)love Story” dan Menu Eksklusif

FEM Indonesia, Jakarta – Sebuah kolaborasi unik antara dunia kuliner dan sinematografi resmi hadir lewat film pendek berdurasi lima menit berjudul “A (C)love Story”, yang mengangkat pesona cengkeh Manado sebagai rempah istimewa kebanggaan Indonesia.
Film ini merupakan persembahan dari A Fusion of Fine Tastes dan Mata Karanjang bekerja sama dengan Gastronusa, yang menampilkan narasi puitis, visual sinematik, serta dialog inspiratif dari dua chef ternama Chef Juna Rorimpandey dan Chef Jovan Koraag-Kambey. Keduanya membagikan kisah personal, sejarah, serta perjalanan panjang cengkeh Manado hingga menjadi elemen penting dalam karya kuliner modern mereka.
“A (C)love Story” dapat disaksikan secara eksklusif melalui kanal YouTube dan Instagram resmi Gastronusa, memberikan pengalaman audio-visual yang hangat dan mengundang rasa bangga terhadap kekayaan rempah Indonesia.
Dari Layar ke Meja: Menu Eksklusif Bertema Cengkeh
Tidak hanya menonton, publik juga diajak untuk mencicipi langsung pengalaman kuliner bertema cengkeh di restoran Mata Karanjang, yang berlokasi di Wijaya dan WTC Sudirman.
Selama Oktober hingga November 2025, restoran ini menyajikan deretan hidangan spesial yang terinspirasi dari film, seperti: Wagyu Ribs Cengkeh Broth sup iga wagyu dengan kaldu cengkeh yang aromatik dan menenangkan, Cengkeh Glazed Bluefin Tuna – tuna premium berpadu glasur manis pedas cengkeh, Smoked Pineapple Cengkeh Sorbet – pencuci mulut segar dengan aroma smokey dan rempah, Saraba Cengkeh Ginger Mocktail minuman hangat menyegarkan khas Indonesia Timur.
Pemutaran Perdana dan Diskusi Fine Tastes
Sebagai puncak perayaan, An Afternoon with Fine Tastes digelar pada 4 Oktober 2025 di Solo Ristorante, WTC 3 Sudirman. Acara ini menghadirkan pemutaran perdana film “A (C)love Story” serta sesi Insight Talk bersama para chef.
Dalam diskusi tersebut, Chef Juna menegaskan pentingnya mengangkat bahan-bahan terbaik dari Indonesia.
“Fine taste itu adalah ingredients terbaik Indonesia yang kita highlight siang ini: cengkeh Manado. Dengan keunikan dan kekhasannya, kita bisa menghadirkan berbagai karya yang extraordinary,” ujar Chef Juna.
Acara kemudian ditutup dengan makan siang multisensori, memadukan keindahan visual, rasa, dan aroma yang menggugah selera dalam satu pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Cengkeh Manado: Simbol Cinta dan Kebanggaan Nusantara
Melalui “A (C)love Story”, Chef Juna dan tim Fine Tastes ingin menunjukkan bahwa cengkeh bukan sekadar rempah, melainkan warisan budaya dan simbol cinta Indonesia terhadap kekayaan alamnya.
Penonton dan pecinta kuliner diajak untuk menyelami kisah rempah dari tanah Manado yang kini mendapatkan panggung modern dalam bentuk film, diskusi, dan hidangan eksklusif yang memanjakan seluruh indera.
Film “A (C)love Story” kini dapat disaksikan di kanal Gastronusa, sementara menu-menu eksklusifnya bisa dinikmati di Mata Karanjang Wijaya dan WTC Sudirman sepanjang Oktober hingga November 2025.
Movie & TV
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat

FEM Indonesia, Jakarta – Salah satu perubahan untuk memperbaiki diri lantaran terjerat kasus korupsi. Karena itu film Jembatan Shiratal Mustaqim dapat dijadikan sebagai media muhasabah bagi pelaku korupsi. Begitu harapan selebritas Angelina Sondakh, usai nonton bareng di salah satu bioskop di Jakarta Selatan belum lama ini.
“Mudah-mudahan film ini tervisualisasikan dengan baik dan sesungguhnya ketakutan atas Jembatan Shiratal Mustaqim inilah, yang membuat saya harus memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama dan alhamdulillah,” ujarnya.
Selain itu, fim buatan Dee Company yang disutradarai Bounty Umbara ini juga dapat membuka mata semua pihak agar tidak terjerat tindakan korupsi.
“Film ini harusnya membuka mata hati bukan hanya untuk pejabat tapi juga masyarakat luas. Korupsi mungkin memberi kesenangan sementara tapi pada akhirnya akan berbalik ke kita. Semoga pesan film ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri,” tambahnya.
Pasalnya, kata janda almarhum Adjie Massaid, jika terbukti melakukan korupsi maka waktu kebersamaan dengan orang-orang tercinta bakal hilang sehingga momen penting pun terlewat tanpa dapat diulang.
“Putusan saya 12 tahun penjara, salah satunya adalah menghukum atau memberikan hukuman yang tinggi agar ada efek jera dan Indonesia diharapkan bebas korupsi. Tapi 10 tahun saya menjalani masa pidana di dalam penjara, ada sedikit kesedihan, karena ternyata korupsi bukan makin sedikit namun malah makin banyak, makin masif dan threatnya itu luar biasa, seakan-akan masyarakat kita permisif aksi-aksi korupsi. Mungkin ketutup dengan hedon, dengan gaya hidup dan lupa bahwa nantinya akan ada Shiratal Mustaqim,” urainya.
Sementara produser Jembatan Shiratal Mustaqim, Dheeraj Kalwani mengatakan bila film tersebut bukan sekedar horor semata namun pula horor mengenai keadilan.
“Di dunia, koruptor bisa sembunyi di balik jabatan tapi di akhirat tidak ada lobi, tidak ada kompromi. Semua dosa akan terbuka,” terangnya.
Film yang menyajikan kisah tentang keadilan Tuhan atas perbuatan manusia, khususnya para koruptor yang selama hidupnya menumpuk kekayaan dengan merampas hak public ini tampil apik lantaran menvisualisasikan dengan CGI yang dikerjakan selama satu tahun penuh. Juga menggambarkan perjalanan para koruptor di Padang Mahsyar yang harus melewati Jembatan Shiratal Mustaqim dengan api neraka mengintai di bawahnya.
Hadir pula pemeran pendukung lain film yang siap tayang 9 Oktober 2025 ini antara lain Imelda Therrine, Agus Kuncoro, Raihan Khan, Mike Lucock, Rory Ashari dan Eduward Manalu. [foto : dokumentasi/teks : denim]
Movie & TV
Lembaga Sensor Film Ajak Mahasiswa UNAS Jakarta Lakukan Sensor Mandiri

FEM Indonesia, Jakarta – Komitmen Lembaga Sensor Film atau LSF untuk menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM) yakni gerakan memilah dan memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usia terus digenjot terutama pada kalangan mahasiswa melalui kampanye LSF Goes to Campus.
Terbaru, kampus Universitas Nasional Jakarta (UNAS) menjadi tujuan sosialiasi GN BSM. Di depan lebih kurang 1.200 mahasiswa baru, Ketua LSF RI, Dr. Naswardi, M.M, M.E mengatakan menyampaikan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang saat ini sedang mengalami kenaikan produksi film secara signifikan.
“LSF berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk film dan iklan film yang ada di masyarakat. LSF juga konsisten melakukan sosialisasi tentang penggolongan usia yang dapat dijadikan panduan bagi penton film untuk memilih film yang akan ditonton sehingga menjadi tontonan yang aman dan berkualitas,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Sub Komisi Sosialisasi LSF RI, Titin Setiawati, S.IP, M.IKom menyatakan masyarakat selayaknya mengetahui penggolongan usia sehingga menjadi pertimbangan dalam memilih film yang akan ditonton.
“Penggolongan usia film adalah hal yang harus diketahui oleh masyarakat untuk dijadikan panduan dalam menentukan film yang akan ditonton. Dengan mengikuti penggolongan usia yang telah ditetapkan oleh LSF, film yang akan ditonton akan menjadi film yang sesuai dengan penonton dan memiliki kontribusi positif sesuai dengan tingkat kedewasaan penonton,” terang mantan wartawan infotainmen ini.
Dalam LSF Goes to Campus tersebut hadir pula penulis scenario film Jangan Panggil Mama Kafir, Lina Nurmalina, sutradara film Yakin Nikah, Pritagita, pelakon Tubagus Ali dan Ben Jeffye serta pedangdut, Hari Putra. [foto : dokumentasi/teks : denim]
-
Movie & TV7 days ago
“Jembatan Shiratal Mustaqim”, Film Epik Balasan Binasa Pelaku Korupsi di Akhirat
-
NASIONAL6 days ago
Depok Memanas, Sandy Bongkar Dugaan Pemerasan Eks Ketua LSM Kapok, Kasno Lapor Polisi
-
NASIONAL6 days ago
Kemdiktisaintek Dorong Kolaborasi RSPTN Menuju Rumah Sakit Bertaraf Internasional
-
NASIONAL6 days ago
Hadiri Pengukuhan PWI Pusat 2025-2030, Ini Pesan Menkomdigi