FEM Indonesia – Aktris Dian Sastrowardoyo tidak bisa dilepaskan dari sejarah perfilman Indonesia Modern. Diawali dengan film pertamanya, Bintang Jatuh garapan sutradara Rudi Soedjarwo tahun 2000, publik menyaksikan perjalanan kariernya di layar lebar dan layar kaca.
Wajahnya merupakan kesegaran dan masa depan yang menjanjikan bagi industri film Indonesia ketika ia kemudian membintangi Pasir Berbisik yang disutradarai oleh Garin Nugroho tahun 2001, kemudian diikuti dengan Ada Apa Dengan Cinta? yang diproduksi oleh Miles dan disutradarai oleh Rudi Soedjarwo di tahun 2002.
Setelah lebih dari 20 film kemudian, Dian mengungkap bahwa setiap produksi film memberinya pembelajaran yang berbeda-beda. Setiap karya meninggalkan kesan tersendiri bagi perkembangan karakter pribadinya, serta memberi inspirasi untuk melakukan sesuatu yang lebih besar lagi.
“Saat film Pasir Berbisik dibuat, saya masih sangat muda. Proses syutingnya benar-benar sebuah penggojlokan luar biasa bagi seseorang yang baru berusia 18 tahun, terjun ke lokasi terpencil yang sangat alami, bersama lawan main senior yang namanya sudah ‘besar’. Di situ saya belajar menjadi seorang aktor, dan melihat bahwa proses pembuatan film butuh kerja keras dan dedikasi. Saya harus meninggalkan kehidupan sehari-hari dan diri saya sendiri, untuk kemudian pasrah kepada karakter yang saya perankan,” ujar Dian, baru-baru ini di Jakarta.

Kesuksesan film Ada Apa Dengan Cinta? (AADC) yang menyusul setelahnya kemudian menjadi anak panah yang melejitkan popularitasnya. “Booming-nya film AADC membuat hidup saya berubah total. Saya mulai menyadari bahwa hidup saya sudah menjadi ‘milik’ publik. Kami semua yang terlibat di film ini, mulai dari pemain hingga produser, sebenarnya tidak begitu siap menghadapi kesuksesan sebesar itu. Saya akhirnya menyadari bahwa menjadi public persona adalah pelajaran yang tidak mudah. Saya bersyukur bisa melewati semuanya dengan baik-baik saja,” ungkap Dian.
Namun, film Kartini lah yang kemudian memberinya inspirasi untuk mewujudkan cita-cita besar dalam hidupnya, yaitu mendirikan Yayasan Dian Sastrowardoyo dan program Beasiswa Dian. “Lewat film Kartini saya jadi belajar tentang my own goal. Waktu masuk ke dunia film dan entertainment sebenarnya tujuan saya adalah untuk sekolah. Terinspirasi dari kisah hidup dan karakter Kartini, saya jadi berpikir, mungkin bukan jalan saya untuk punya sekolah, tapi justru membuka jalan bagi orang-orang lain untuk bisa sekolah,” ujar Dian.
Baginya, program Beasiswa Dian adalah proyek yang sangat personal dan cukup ambisius. “Tapi saya yakin bahwa saya sedang memperjuangkan sesuatu yang punya makna, and it gives my work more meaning,” jelas Dian.
Jika Dian diminta menyebutkan prioritas dalam hidupnya, pendidikan pastilah jadi salah satu yang utama. Pendidikan seperti sebuah pegangan baginya untuk menajamkan pemikiran dan mewujudkan ide-idenya yang tidak pernah habis. Ia bahkan sempat mengambil sekolah penyutradaraan dan penulisan naskah, dan berniat untuk menjalani sekolah seni peran. Untuk apa seorang aktor, yang telah mendapatkan Piala Citra dan berbagai penghargaan sebagai aktor terbaik, belajar seni peran lagi?

“Saya belajar menjadi aktor secara otodidak, tanpa menjalani pendidikan formal. Tapi jika nanti saya sudah menjadi aktor senior dengan banyak pengalaman, dan saya ingin give back, membimbing dan mengajar generasi yang baru, saya ingin melakukannya dengan cara eligible (memenuhi syarat). Untuk itu tentunya diperlukan dasar ilmu yang benar. Apa yang diberikan sekolah formal, ditambah dengan pengalam kita sendiri, akan memperkaya ilmu yang dibagikan. Dan saya ingin menjadi pengajar yang bisa mempertanggungjawabkan materi yang saya ajarkan,” ujar Dian.
Pembelajaran dalam kariernya ini juga ternyata tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal. Dian sangat terinspirasi dan tidak sungkan untuk belajar dari sesama pekerja film, baik produser, sutradara, kru, maupun sesama aktor yang dikaguminya. “Menurut saya, kalau kita ingin karya kita makin bagus, kita harus belajar dan mau membuka diri terhadap teman-teman yang menginspirasi kita untuk maju. Kalau kita tidak bergaul dan punya hubungan yang baik dengan semuanya, kita tidak bisa saling belajar satu sama lain, dan kolaborasi tidak akan terjadi.”
Di balik kegigihan dan ketekunannya dalam berkarier sebagai aktor, Dian Sastrowardoyo juga mempunyai visi yang lebih luas bagi perfilman Indonesia, tidak hanya dalam bermain seni peran namun dalam memproduksi sebuah film. Selama masa pandemi, Dian Sastrowardoyo mengambil kursus-kursus online untuk menjadi seorang director. “Kayaknya saya ingin belajar memproduksi film dan main film seperti Charlize Theron dan Margot Robbie. This is the year that I finally went taking that leap of faith,” kata Dian Sastrowardoyo
Sejalan dengan peringatan Hari Film Nasional, dan penerbitan edisi khusus ini, Harper’s Bazaar Indonesia mempersembahkan “A Tribute to Indonesian Cinema Celebrating 25 Years of Dian Sastrowardoyo” yang digelar pada 22 Maret 2024 di La Moda, Plaza Indonesia.
Rangkaian acara inspirasional ini dihadiri ratusan tamu dari berbagai kalangan, diisi dengan buka puasa yang hangat dan sharing moment bersama Dian Sastrowardoyo.


Tinggalkan Balasan