FEM Indonesia, Jakarta – Divisi Propam Polri resmi menetapkan tujuh personel Brimob terlibat pelanggaran dalam kasus meninggalnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang tewas akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) saat kericuhan aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI, Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).

Dari hasil pemeriksaan awal, pelanggaran tersebut dibagi dalam dua kategori, yakni pelanggaran berat dan pelanggaran sedang.

Karo Wabprof Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, menjelaskan dua personel berinisial Kompol K dan Bripka R ditetapkan melakukan pelanggaran berat karena berperan langsung sebagai pengemudi dan pendamping di kursi depan rantis.

“Dua personel kami tetapkan melakukan pelanggaran berat karena memiliki peran langsung dalam insiden tersebut. Sementara lima personel lainnya dikenakan pelanggaran sedang karena hanya berstatus sebagai penumpang,” kata Brigjen Agus dalam konferensi pers, Senin (1/9/2025).

Lima personel yang dikenakan pelanggaran sedang adalah Briptu D, Aipda M, Bripda M, Bharaka Y, dan Bharaka J. Mereka dinilai tidak memiliki kendali atas laju kendaraan, namun tetap diwajibkan menaati prosedur operasional di lapangan.

Brigjen Agus menegaskan penyelidikan dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai aturan. Polri juga memastikan proses hukum berjalan tanpa pandang bulu, baik melalui sidang kode etik maupun proses pidana apabila ditemukan unsur tindak pidana.

Sidang kode etik untuk dua personel dengan pelanggaran berat dijadwalkan berlangsung Rabu (3/9/2025). Sementara itu, sidang etik bagi lima personel dengan pelanggaran sedang akan digelar Kamis (4/9/2025). Sebelum itu, pemeriksaan lanjutan terhadap seluruh personel terkait akan dilakukan pada Selasa (2/9/2025).

Sebagai bentuk akuntabilitas publik, Divpropam Polri juga membuka ruang pengawasan bagi Kompolnas dan Komnas HAM untuk memantau jalannya proses pemeriksaan.

“Kami ingin memastikan kepada masyarakat bahwa seluruh proses dijalankan sesuai ketentuan. Tidak ada yang ditutupi, dan kami membuka ruang pengawasan lembaga terkait untuk menjamin transparansi,” tegas Brigjen Agus.

Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran korban, seorang pengemudi ojol, diduga menjadi korban salah sasaran dalam penanganan kericuhan aksi unjuk rasa.