FEM Indonesia, Ekbis – Sejak pandemi COVID-19 sekitar dua tahun belakangan, pelaku trading di bidang derivativ berjangka di Indonesia, AP Santosa mengungkapkan bahwa kini sedang trend broker yang diekspose oleh influncer flexing (pura-pura sukses padahal nol besar).

Mereka lewat YouTube katanya, melalui program crazy rich yang sukses lewat trading dengan mempromosikan broker tertentu. Bahkan broker-broker tersebut tak memiliki izin dari Bapepti/OJK/KBI.

Semua cara dilakukan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Timbul masalahnya nanti berupa dana yang tidak dibayarkan ke masyarakat, karena skema ponzi, broker bodong – kemudian baru ditutup oleh Bapepti/Kepolisian setelah makan korban berupa uang masyarakat.

“Saya melihatnya bahwa perputaran uang di dunia Forex di atas 6 T USD/hari. Data ini bisa dicek sampai dengan Juni 2021. Tentu sebagai pembanding cadangan devisa negara Indonesia 130 M USD per 2021. Sedangkan perdagangan derivativ bukan hanya forex saja, tetapi mencakup metal, energy, index, crypto dan sebagainya,” ujar AP Santosa, pelaku trading di bidang derivativ berjangka di Indonesia dikutip dari siaran persnya, Kamis (31/3/2022).

Sebagai gambaran, seperti diungkapkan Kementerian Perdagangan (21 Juni 2021), imbuh AP Santoso, jumlah investor crypto sekarang ini ada 6,5 juta orang dengan dana Rp 370 T (kira-kira 26 M USD, 20 % Cadangan Devisa Negara RI. Bisnis di dunia digital untuk derivativ berjangka ini mencakup tidak hanya crypto, ada forex, index, metal, energy, komoditi berbagai hal dan lain sebagainya.

“Hanya sayangnya, meski sekarang belum digarap optimal saja sudah mulai ada, apalagi kalau Pemerintah dukung mesti lebih bagus lagi pertumbuhannya. Nah, ini merupakan kekuatan masyarakat sebagai investor lokal atau dalam negeri untuk berinvestasi secara langsung. Ya, seperti ajakan dan arahan Presiden Jokowi yang mendukung semua investasi dari dalam dan luar negeri untuk kemajuan NKRI. Menurut hemat saya, bisnis future derivativ nilainya juga besar. Bahkan bisa lebih besar dibanding dari dunia real,” jelas AP Santosa.

Tambah AP Santoso, bahwa Kondisi saat ini banyak investor dari Indonesia yang berinvestasi di broker luar negeri, karena memiliki kelebihan beberapa hal seperti dpread kecil, komisi nol, free swab, free tax, lot dibuka tanpa pembatasan dari 0.01 sampai 1000. Padahal, negara Indonesia sendiri sekarang juga sangat butuh investor dalam negeri.

“Oleh karenanya harus dicarikan solusi secara umum. Perlu edukasi ke masyarakat, bisa lewat pameran, pendidikan tentang trading derivativ future beserta risikonya secara jelas. Lembaga Bapepti sesuai UU No.10 Tahun 2011 harus aktif mendorong karena perdagangan derivative sangat besar nilainya. Broker atau perusahaan yang menerima dana masyarakat harus punya deposit, supaya tidak gagal bayar,” sarannya.

Sebagai penutup atau kesimpulan, menurut dia lagi, apabila masyarakat Indonesia sudah teredukasi dengan baik tentang peluang perdagangan future derivativ, maka dampaknya diharapkan perekonomian negara Indonesia akan bertambah maju dan devisa bertambah. Begitu pula jika masyarakat aktif menguasai perdagangan derivativ dan Indonesia kuat di bidang ini, maka kekayaaan negara yang sudah dikumpulkan, tidak tergerus karena perdagangan saham. Perusahaan lokal pun akan dikuasai oleh rakyat Indonesia.

“Namun jika sebaliknya, negara tidak hadir, kemampuan ekomomi masyarakat secara luas akan tergerus. Dampaknya pun tidak baik, karena salah satu sifat masyarakat kita punya kebiasaan ikut-ikutan, suka dibohongi, apalagi kalau yang bohong itu influencer flexing,” tandas AP Santosa. [foto: istimewa]