Connect with us

Movie & TV

Sinetron ‘Jendela Rumah Kita’ Tayang Lagi di TVRI, Begini Ceritanya!

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Sinetron legendaris “Jendela Rumah Kita” pertama kali tayang di TVRI pada 1989. Setelah 35 tahun, TVRI menghidupkan kembali serial ini dengan judul “Jendela Rumah Kita Reborn”. 

Jendela Rumah Kita Reborn hadir dengan cerita baru dan pemain baru, namun tetap menghadirkan latar belakang kisah yang penuh dengan makna. Isu-isu sosial diangkat dengan pendekatan yang lebih modern. 

Jendela Rumah Kita Reborn menggambarkan bagaimana keluarga Indonesia menghadapi berbagai tantangan di zaman yang semakin kompleks ini. 

Direktur Utama LPP TVRI, Iman Brotoseno, mengungkapkan bahwa sinetron ini adalah bentuk komitmen TVRI dalam menyediakan tayangan yang berkualitas, edukatif, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Dijelaskannya, melalui karakter utama, Jojo, drama ini menyampaikan pesan penting tentang pentingnya idealisme dan kepedulian sosial di tengah permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya.

“Melalui jendela kamarnya, Jojo selalu melihat problem sosial khas perkotaan yang terjadi di sekitarnya, dan dengan idealisme, jiwa sosial yang sangat tinggi, Jojo selalu berusaha mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada. Pesan ini yang TVRI sampaikan adalah bahwa generasi Z saat ini harus memiliki kapasitas yang mumpuni untuk menciptakan generasi emas 2045,” kata Iman Brotoseno di jumpa pers di TVRI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Iman Brotoseno menambahkan, dengan kemasannya yang modern dan nilai-nilai yang relevan, Jendela Rumah Kita Reborn diharapkan dapat menjadi tayangan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mencerdaskan dan memberikan inspirasi bagi keluarga Indonesia.

Sementara itu, Aktor tampan Bara Valentino dipercaya memerankan karakter utama bernama Jojo. Ada juga Surya Saputra yang memerankan dr. Dedi. Elma Theana sebagai Niniek, Angel Bilqis sebagai Anna, dan Giselle Tambunan sebagai Tia.

Surya Saputra mengaku merasa bangga bisa terlibat di sinetron Jendela Rumah Kita Reborn. Lewat sinetron ini, Surya berharap bisa menyampaikan pesan positif kepada masyarakat Indonesia. “Jendela Rumah Kita Reborn mengajarkan kita tentang simpati dan empati. Makanya ketika ditawarkan saya nggak pikir panjang lagi, langsung saya ambil,” ungkapnya.

Kebanggaan juga dirasakan Bara Valentino, yang memerankan Jojo. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi abarq adalah harus mempelajari seni beladiri silat, yang menjadi bagian dari karakter Jojo.

“Tantangan terbesar bagi aku harus belajar silat. Karena proses syutingnya yang cukup mendadak, jadi belajar di set saja. Alhamdulillah, dengan tim produksi yang asik, semuanya berjalan lancar,” ungkapnya.

Tidak hanya menampilkan jajaran pemain yang baru, dalam jumpa pers ini juga dihadirkan Dede Yusuf. Dede Yusuf merupakan aktor yang memerankan sosok Jojo dalam Jendela Rumah Kita.

“Mudah-mudahan dengan adanya Jendela Rumah Kita Reborn yang mengangkat isu-isu kekinian bisa memberikan terobosan baru bagi kita. Sudah semestinya menjadi tanggung jawab kita sebagai negara untuk bisa melatih pendidikan karakter sudah mulai luntur di tengah masyarakat melalui serial ini,” kata Dede Yusuf.

Movie & TV

Siapkan Mental, Film Racun Sangga : Santet Pemisah Rumah Tangga tayang 12-12-2024

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Rumah Produksi Soraya Intercine Films kembali mempersembahkan film horor mengerikan berjudul Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga“

Pasalnya, film horor terbaru yang di sutradarai Rizal Mantovani ini mengangkat kisah nyata fenomenal tentang santet paling mematikan yang berasal dari Kalimantan. Dibintangi Fahad Haydra dan Frederika Cull, film akan tayang di bioskop mulai 12 Desember 2024.

Film mengisahkan perjalanan tragis pasangan pengantin baru, Andi (Fahad Haydra) dan Maya (Frederika Cull), yang hidup rumah tangganya berubah menjadi mimpi buruk setelah menjadi korban santet racun sangga

Teror dimulai bergetar saat mereka pindah ke rumah baru, di mana keanehan demi keanehan muncul. Hewan mati ditemukan di dalam rumah, suara-suara misterius di genteng, hingga hawa rumah yang terasa panas dan serba gelap.

Sang suami  Andi perlahan mengalami penurunan kesehatan yang ekstrem: gatal gatal, batuk darah, halusinasi, hingga tidak mampu berdiri. Maya, yang tengah hamil, harus merawat suaminya sambil berjuang mencari cara untuk melawan sihir mematikan ini. Meski menjalaninpengobatan medis dan alternatif namun tak membuahkan hasil, hidup mereka terus terancam jika santet yang berasal dari racun sangga ini belum berakhir.

“Ini adalah kisah nyata. Kalian akan merasakan teror yang dialami Andi dan Maya. Ini di luar logika, tapi benar-benar terjadi.” ucap Frederika Cull.

Film yang mengadaptasi thread viral karya Gusti Gina digarap oleh Produser Sunil Soraya menghadirkan “Racun Sangga” adalah horor psikologis yang segar dan mendalam, memadukan tradisi lokal Kalimantan dengan gaya sinematik modern. “Film ini tak hanya menampilkan teror, tetapi juga refleksi atas sifat buruk manusia yang membawa kehancuran,” kata Sunil Soraya.

Sementara Rizal Mantovani menambahkan, bahwa ia berharap film ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga pelajaran. Katanya, kejahatan yang kita lakukan pada orang lain akan membawa celaka bagi semua.

Rizal menambahkan, film garapanya ini akan memberikan pengalaman unik yang mungkin memicu ketakutan terdalam, terutama bagi penonton yang memiliki trypophobia, rasa jijik atau takut terhadap pola lubang atau benjolan yang terjadi pada tubuh manusia. Bahkan Adegan-adegan dalam “Racun Sangga” juga dirancang untuk memunculkan rasa tak nyaman dan teror psikologis, layaknya menunggu bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Meski dikemas sebagai film horor, “Racun Sangga” membawa pesan yang mendalam. Dalam atmosfer ketegangan yang mencekam, penonton diajak untuk merenungkan bagaimana kebencian dan kejahatan dapat menghancurkan kehidupan seseorang. 

Film juga bukan hanya soal jump scare, tapi sebuah pengalaman horor mendalam yang akan menguji adrenalin kamu. 

Continue Reading

Movie & TV

Support Women From Rote Island Masuk Nominasi Piala Oscar 2025, LSF Adakan Nobar

Published

on

FEM Indonesia – Untuk mendukung karya anak bangsa di kancah perfilman internasional, Lembaga Sensor Film Republik Indonesia mengadakan nonton bareng film Women From Rote Island di beberapa bioskop Jakarta. Bukan tanpa alasan, film besutan Jeremias Nyangoen ini menjadi nominasi Piala Oscar 2025.

Menurut Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Naswardi pihaknya mengadakan nonton bareng film Women From Rote Island sebagai dukungan untuk mempromosikan karya anak bangsa di mata dunia dalam bentuk nonton bareng, terlebih masuk nominasi Piala Oscar.

“Kalau proses pengiriman film, ini kan Komite Film Indonesia yang punya kewenangan dan tugas. Dasarnya memang memenangkan Piala Terbaik pada Festival Film Indonesia 2023,” ujarnya beralasan mensupport di sela Nobar Film Indonesia Bersama LSF, Memajukan Budaya Menonton Sesuai Usia, Women From Rote Island di FX Jakarta, Selasa (3/12).

Untuk sensor pada film ini, Naswardi menambahkan hal tersebut tetap dilakukan. Namun penyensoran disesuaikan dengan kondisi sekarang.

“Kalau kita sekarang dengan era baru berbasis digital, menilai dan meneliti film itu, karena konten materinya digital, jadi LSF hanya memberikan notasi kalau ada misalnya untuk klasifikasi usia 13 tahun ada materi adegan atau dialog yang tidak cocok dan tidak pas maka LSF memberikan koreksi, notasi yang memperbaiki itu. Jadi era sensor saat ini bukan lagi memotong tapi mengklasifikasikan,” paparnya.

Selain mendukung film Women From Rote Island, katanya, LSF juga tengah mensosialisasikan gerakan nasional budaya mandiri berupa klasifikasi usia tontonan kepada masyarakat. Apalagi jenis tontonan saat ini, baik film di bioskop, televisi maupun internet beragam.

“Jadi sekarang LSF menilai, meneliti melalui surat tanda lulus sensor klafikasi usia, kita juga harap meningkatkan literasi kualitas menonton masyarakat. Nah semua itu melalui program gerakan nasional budaya sensor mandiri, jadi itu mengklasifikasi usia penonton. Harapannya masyarakat yang menonton, apakah di bioskop, televisi atau internet, klasifikasi usia itu menjadi pedoman dan menjadi rujukan bagi masyarkat untuk mengakses tontonan yang baik,” urainya.

Disinggung bagaimana menggugah masyarakat untuk aware pada klasifikasi usia dalam menonton, Naswardi menyatakan pihaknya menyambangi pelbagai tempat yang dianggap pas.

“Kita selalu datang ke kampus, perguruan tinggi, sekolah atau komunitas dalam rangka itu, memasyarakatkan klasifikasi usia. Apakah untuk semua umur, 13 tahun ke atas, 17 tahun ke atas dan 21 tahun ke atas. Pedoman inilah yang kita masyarakatkan kepada penonton. Bahwa dalam menonton ada kaidah, nilai yang harus kita tegakan. Karena apa ? Karena film untuk dewasa pasti tidak cocok untuk anak-anak. Ada konten yang tidak pas, anak-anak kan sifatnya rentan meniru, imitatif. Jadi kepada orang dewasa kita ingatkan bahwa menonton ada kaidahnya yakni menonton sesuai usia tadi,” imbuh lelaki kelahiran 16 Juli 1983 itu. [foto/teks : denim]

Continue Reading

Movie & TV

‘Women from Rote Island’ Wakili Indonesia di Oscar ke-97 Amerika Serikat

Published

on

By

FEM Indonesia, Jakarta – Film terbaik FFI 2023 Women from Rote Island mewakili Indonesia ke ajang piala Oscar ke 97 yang akan digelar di Kodak Theater, Amerika Serikat, Maret 2025 nanti.

Film yang disutradarai Jeremias Nyangoen ini terpilih oleh Komite Seleksi Oscar Indonesia 2025 yang diketuai Deddy Mizwar selaku Ketua PPFI.

Anggota-anggotanya adalah Cesa David Lukmansyah, Edwin Nazir, Garin Nugroho, Ilham Bintang, Ratna Riantiarno, Slamet Rahardjo, Thoersi Argeswara dan Widyawati.

“Indonesia unjuk gigi di Oscar. Ini langkah besar. Bukan hanya merebut Oscar untuk kategori feature film berbahasa non-Inggris. Tapi kita juga berjuang agar perfillman RI dikenal di dunia,” kata Deddy Mizwar.

Untuk itu, Deddy Mizwar juga menyoal dana untuk promosi dan pasang iklan di Amerika sangat kurang. “Kita bersaing dengan film-film dari negara lain. Dana untuk promosi iklan masih kurang kuat. Tapi kita tetap optimis agar bisa masuk nominasi,” tegas Deddy Mizwar.

Indonesia sudah 26 kali ikut berpartisipasi di Oscar. Namun, tak satu pun film RI yang berhasil masuk nominasi. Film-film RI yang dikirim ke Oscar antara lain Naga BonarKucumbu Tubuh IndahkuPerempuan Tanah JahanamAutobiographyNgeri Ngeri Sedap dan masih banyak lagi film lain.

Produksi Bintang Cahaya Sinema dan Langit Terang Sinema ini berkisah tentang Martha, seorang TKI ilegal yang mengalami kekerasan seksual saat kerja di Malaysia. Tak tahan, Martha kemudian pulang ke kampungnya di Rote, NTT.

Namun, di Rote, ia memperoleh stigma yang diterima masyarakat. Film ini sebelumnya sempat diikutkan di Cannes FF dan diputar di Busan International FF 2024.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Trending