Connect with us

Movie & TV

Local Value, Alasan Sutradara Anggy Umbara Bikin Film Kromoleo #Teror1malam

Published

on

FEM Indonesia – Legenda urban bergenre horor masih menjadi daya tarik penonton. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah pihak yang terus memproduksi genre tersebut. Semisal yang akan tayang pada 22 Agustus 2024 berjudulKromoleo #Teror1malam.

Film besutan sutradara AnggyUmbara ini mengangkat legenda urban dari Jawa Tengah yang menampilkan kilasan tentang bagaimana awal mula kromoleo muncul di Desa Majenang, Jawa Tengah pada 1994 yang bakal mengangkat tentang ilmu rawa rontek, sebuah ajian yang memungkinkan seseorang kebal senjata dan tidak akan bisa mati sekalipun kepalanya dipenggal selama menginjakkan kakinya di tanah.

Menurut Anggy Umbara dengan menginkorporasi legenda urban dengan latar waktu dekade 90-an, Kromoleo #Teror1malam mengandung unsur nostalgia dan kedaerahan yang cukup kental.

“Local value selalu menarik untuk diangkat menjadi film. Selain akan membuka wawasan penonton secara lebih lebar dan mendalam, unsur kelokalan pasti mempunyai kedekatan tersendiri dengan masyarakat Indonesia secara khusus sebagai faktor human interest yang kuat di dalam cerita,” katanya beralasan.

Terlebih, sambungnya, cerita-cerita dengan unsur lokal yang kuat, bisa disignifikansi dengan pendekatan yang humanis.

“Nilai-nilai kekeluargaan dan kisah Historical Tragedy/Incident yang pernah terjadi, misalnya, sangat bisa relate dengan masyarakat luas, khususnya penonton film dan pecinta horor Indonesia,” tambahnya.

Sementara produser Hartawan Triguna film horor ini berharap dapat menandingi keberhasilan film-film Anggy Umbara terdahulu. “Di film ini, Anggy benar-benar menunjukkan kelebihan dan keterampilannya sebagai salah satu sutradara luar biasa yang dimiliki negeri ini,” jelasnya.

“Terlebih lagi, Kromoleo #Teror1malam menceritakan kisah nyata hantu pengiring jenazah yang sebelumnya belum pernah diangkat. Hal ini akan sangat sayang jika dilewatkan oleh penonton Indonesia,” sambung Hartawan.

Sedangkan Eksekutif Produser Peter Surya Wijaya menilai untuk film komersial dirinya berharap yang terbaik film Mas Anggy tersebut. “Yang terpenting buat saya adalah mengeksplorasi dan mengembangkan kebudayaan Indonesia ke layar lebar. Film Kromoleo #Teror1malam adalah value yang sifatnya lebih fundamental. Ini bukan sekadar film horor biasa. Ada nilai kekeluargaan dan cinta kasih yang bisa dipetik dan dibawa pulang oleh siapa pun setelah menontonnya,” terangnya.

Film yang dibintangi Ratu Sofya, Tio Pakusadewo, Abun Sungkar, Cornelio Sunny, Aline Fauziah, Rukman Rosadi, Totos Rasiti, Vonny Anggraini dan Dayu Wijanto ini berkisah tentang Zia (Ratu Sofya), yang sedari kecil tinggal di kota dan jauh dari keluarganya, memutuskan untuk mengunjungi pemakaman ibunya di desa meski sudah dilarang oleh kakeknya, Danang (Tio Pakusadewo). Danang dan pemangku desa yang mengetahui alasan dibalik mengapa Zia dilarang untuk menginjakkan kaki di desa pun gusar. Kepala desa meminta warga untuk sembunyi di rumah dan melarang warga keluar di małam hari.

Di Malam itu kromoleo – sebutan untuk rombongan hantu pembawa keranda mayat – muncul meneror desa. Dipercaya, siapapun yang menyaksikan langsung kromoleo akan mati. Ditemani oleh Dika (Abun Sungkar), Zia menuntut kakeknya memberi jawaban atas alasan mengapa selama ini dia dilarang kembali ke desa setelah ayahnya menghilang. Hingga akhirnya, mereka bertemu kromoleo dan terungkap lah misteri yang selama ini ditutupi. Zia pun harus mengambil keputusan emosional buat dirinya untuk bisa mengakhiri teror kromoleo tersebut. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Movie & TV

“Penjagal Iblis: Dosa Turunan”, Film Duel Intens Satine Zaneta & Niken Anjani

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta — Sukses dengan film panjang debutnya yang meraih predikat blockbuster, sutradara Tommy Dewo kembali dengan film horor yang menyegarkan berbalut aksi “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” dari rumah produksi Screenplay Films, bekerja sama dengan Rapi Films dan IFI Sinema. 

Film akan menyajikan aksi duel yang intens Satine Zaneta dengan Niken Anjani, sebagai sesama keturunan iblis yang memiliki misi masing-masing. Selain itu, menjadi penjelajahan baru dalam genre horor Indonesia dengan balutan aksi serta latar belakang dunia supranatural yang penuh teka-teki misteri dan menyeret nasib umat manusia ke dalam pertempuran para keturunan iblis. 

Selain dibintangi Satine Zaneta dan Niken Anjani, juga dibintangi oleh aktor Pemenang 2 Piala Citra FFI Marthino Lio, Naomi Christy, Kiki Narendra, Gusty Pratama, Eduwart Manalu, dan aktor senior Budi Ros. Wicky V. Olindo menjadi produser film ini, dengan Sunil G. Samtani, Sunar Samtani, dan Adi Sumarjono menjadi produser eksekutif.

“Penjagal Iblis: Dosa Turunan” dibuka dengan adegan tragis ketika satu keluarga dibunuh secara brutal saat seorang ustaz sedang meruqyah anak mereka yang kerasukan. Satu-satunya yang selamat adalah ustaz yang melakukan ruqyah tersebut. Pelaku pembunuhan keluarga itu adalah Ningrum (Satine Zaneta), gadis 19 tahun yang ditahan di rumah sakit jiwa karena diduga delusial.

Seorang wartawan bernama Daru (Marthino Lio), mendapatkan tugas untuk meliput kasus tersebut. Saat wawancara, Ningrum mengaku ia adalah seorang Penjagal Iblis yang masuk ke dunia, dan keluarga tersebut adalah para Iblis yang digunakan Pakunjara (Niken Anjani), untuk membangkitkan kembali Eyang Guru dari sekte Pemuja Iblis.

Pertempuran antara Ningrum, sang Penjagal Iblis dan Pakunjara, sang Pemuja Iblis tak terelakkan lagi. Daru yang terperangkap di tengah situasi itu, tak punya pilihan lain selain membantu Ningrum menghadapi Pakunjara dan Iblis yang akan ia bangkitkan.

“Screenplay Films selalu berkomitmen untuk melahirkan karya yang inovatif. Melalui film “Penjagal Iblis: Dosa Turunan”, kami ingin menghadirkan karya horor yang fresh, melalui pendekatan dunia supranatural yang bersinggungan dengan nasib umat manusia, dan aksi duel intens yang akan memberikan pengalamanmenonton penuh ketegangan. Tommy Dewo berhasil membawa horor Indonesia ke level yang berbeda dan menawarkan sesuatu yang baru dan masih jarang dijelajahi,” kata produser “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” Wicky V. Olindo dari Screenplay Films.

Sementara Sutradara Tommy Dewo mengatakan dalam pengembangan konsepnya, ia banyak terinspirasi dengan dunia anime yang mengeksplorasi kekuatan di luar kehidupan manusia, namun memiliki akibat yang dapat membuat keberlangsungan umat manusia terancam. Hal itu ia hadirkan lewat peran Ningrum yang berhadapan dengan Pakunjara.

“Film “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” akan memberikan penonton sebuah pengalaman sinematik yang belum pernah ditemukan dalam horor Indonesia. Ketika duel yang sangat intens antara dua kekuatan di luar dunia manusia turut berdampak pada kehidupan manusia. Ningrum memercayai ia adalah sosok Penjagal Iblis yang mencegah Pakunjara, Pemuja Iblis yang memiliki misi untuk membangkitkan Eyang

Guru, dengan cara mengambil jantung dari para pemuka agama. Kehadiran Daru, sebagai wartawan yang berada di tengah misi mengungkap kasus pembunuhan berantai itu, juga akan memberikan rasa penasaran penonton untuk mengungkap misteri teka-teki yang sebenarnya terjadi,” papar sutradara “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” Tommy Dewo.

“Penjagal Iblis: Dosa Turunan” akan memperkenalkan pendekatan baru Tommy Dewo yang menyatukan dunia mistis dan pertarungan fisik dalam satu semesta yang brutal dan atmosferik. Film ini bukan hanya membangun atmosfer, tapi juga memicu adrenalin. Iblis tidak hanya hadir dalam bayangan, tapi dalam pertarungan. Setiap kematian memiliki pola, setiap ritual memiliki tujuan.

Tonton film horor-aksi “Penjagal Iblis: Dosa Turunan” untuk mengungkap misteri dibaliknya, tayang mulai 30 April 2025 di bioskop Indonesia! 

Continue Reading

Movie & TV

Film “Perang Kota”, Sajikan Cinta, Perjuangan, Pengkhianatan di Medan Tempur dan di Ranjang

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta — Sebuah karya terbaru dari penulis dan sutradara peraih 2 Piala Citra untuk Sutradara Terbaik FFI Mouly Surya, “Perang Kota” akan tayang mulai 30 April 2025 di seluruh bioskop Indonesia! 

Film persembahan Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures dari adaptasi “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis ini akan menghadirkan kisah cinta segitiga di tengah kekacauan perang di kota Jakarta pada tahun 1946. Mempertaruhkan cinta dan perjuangan yang diselimuti pengkhianatan. 

Mouly Surya akan membawa penonton ke mesin waktu saat Jakarta kembali diinvasi oleh Belanda pada 1946, di tengah kekacauan kota yang mulai ditinggalkan oleh warga dan pemimpinnya. Ada perjuangan gerilya dari para anak muda yang mempertaruhkan nyawa dan harga dirinya agar bangsa Indonesia yang baru saja merdeka tak lagi jatuh ke tangan penjajah.

“Perang Kota” menyajikan interpretasi kontemporer untuk memaknai nuansa vintage Jakarta dengan lanskap bangunan tuanya namun dipenuhi oleh karakter-karakter yang dinamis dengan gaya busananya yang modis. Jakarta era 40-an ditampilkan dengan kontras penuh warna dan kota yang muram, menunjukkan suasana kota yang penuh gejolak di tengah peperangan.

“Ide dasar dari film “Perang Kota” adalah saya ingin menunjukkan kehidupan orang-orang yang berada dalam masa peperangan, dalam konteks di suatu kota yang tengah berada di bawah tekanan. Dengan memberikan banyak warna, ada cinta hingga banyak gejolak yang terjadi. Gaya 1946 juga ditampilkan dengan mendesain kota Jakarta yang banyak memiliki gang-gang sempit. Ini menjadi seperti metafora, bahwa guerilla fighting itu ada di Indonesia. Pertarungan dan peperangan tak terjadi di jalan-jalan besar tapi lewat jalan-jalan kecil,” kata penulis dan sutradara “Perang Kota” Mouly Surya.

Produksi Berkelas dari Ko-Produksi Internasional

Film “Perang Kota” dibintangi oleh Chicco Jerikho, Ariel Tatum, Jerome Kurnia, Rukman Rosadi, Imelda Therinne, Faiz Vishal, Anggun Priambodo, Ar Barrani Lintang, Chew Kinwah, Alex Abbad, Indra Birowo, Dea Panendra, dan lain-lain. Menjadi ko-produksi antara Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja, film ini diproduksi oleh Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures. Dan menjadi ko-produksi bersama Giraffe Pictures, Volya Films, Shasha & Co. Production, DuoFilm AS, Epicmedia, Qun Films, dan Kongchak Pictures.

Film “Perang Kota” diproduseri oleh Chand Parwez Servia, Fauzan Zidni, Tutut Kolopaking, dan Rama Adi, serta Willawati sebagai produser eksekutif. Film ini juga turut diko-produseri produser Indonesia dan internasional, di antaranya Anthony Chen, Tan Si En, Denis Vaslin, Fleur Knopperts, Isabelle Glachant, Ingrid Lill Høgtun, Marie Fuglestein Lægreid, Linda Bolstad Strønen, Bianca Balbuena, Bradley Liew, Axel Hadiningrat, Giovanni Rahmadeva, Siera Tamihardja, dan Loy Te.

Film juga menggunakan format audio Dolby Atmos, yang akan memberikan pengalaman menonton lebih imersif dan sinema absolut.  Sementara tata suara dikerjakan oleh sound designer asal Prancis Vincent Villa, di Kamboja. Vincent Villa sebelumnya juga banyak terlibat di film-film peraih penghargaan dan berkompetisi di festival film internasional. Untuk sound foley, film ini dikerjakan oleh Yellow Cab di Paris. Yellow Cab merupakan salah satu studio desainer foley terbaik di dunia, yang turut mengerjakan film pemenang 2 Piala Oscar “Emilia Perez” dan “Fight Club”.“

Ko-produksi dengan para rumah produksi dan kru internasional memberikan nilai tambah bagi film “Perang Kota”. Secara production valuejuga menjadi lebih meningkat. Ada kontribusi dengan berko-produksi bersama para kru-kru internasional dengan para kru perfilman Indonesia. Terutama untuk VFX, yang menjadikan film “Perang Kota” bisa merepresentasikan visual Jakarta 1946 menjadi lebih sempurna. Lewat kolaborasi internasional ini juga menjadi pertukaran informasi dan pengetahuan bagi sesama pekerja film kita,” ujar produser Rama Adi dari Cinesurya.

“Perang Kota” sekaligus menjadi komitmen bagi Starvision untuk mendukung film-film yang menjelajahi tema-tema yang jarang dieksplorasi oleh sineas Indonesia, sekaligus sebagai upaya memberikan keragaman genre dan tema untuk mendorong pertumbuhan industri perfilman Indonesia.

“Starvision selalu percaya dengan visi yang dibawa oleh sineas dengan daya eksplorasi terhadap penceritaan yang menawarkan perspektif baru dalam sinema Indonesia. Mouly Surya memberikan kita sebuah karya yang akan memantik kemungkinan-kemungkinan baru yang jarang diceritakan lewat film ini,” tambah produser Chand Parwez Servia dari Starvision.

“Kaninga selalu mendukung film-film dengan kisah kompleks, dan memiliki visi yang kuat; dan “Perang Kota” memiliki hal itu. Sebuah kehormatan untuk bisa kembali bekerja sama dengan Cinesurya, kali ini dengan skala produksi yang lebih besar. Semoga film ini bisa menghadirkan warna unik yang memperkaya katalog perfilman Indonesia yang kian beragam,” ujar produser eksekutif “Perang Kota” Willawati dari Kaninga Pictures.

Romansa di Tengah Perang

Chicco Jerikho, yang memerankan Isa mengungkapkan karakternya memiliki dimensi berlapis. Pada satu sisi, Isa harus menghadapi masalah impotensinya, namun di satu sisi ia juga harus tetap berjuang melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.

“Isa di film ini memiliki spektrum yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang ada di bukunya. Mouly memberikan multi-dimensi untuk karakter Isa yang harus saya refleksikan di dalam film. Ia sosok yang flamboyan, pejuang, tetapi juga punya perjuangannya sendiri di rumah tangganya bersama Fatimah. Dengan sisi tragisnya yang tak ada ujungnya,” kata Chicco Jerikho.

Sementara itu, Ariel Tatum mengatakan karakter Fatimah di film ini tidak ditempatkan sebagai sepenuhnya antagonis, meski ia melakukan pengkhinatan terhadap suaminya, Isa. Fatimah harus berjuang dengan kegundahan batinnyadalam mengurus urusan domestik, juga mengurus anak yang dibawa Isa ke dalam rumah mereka.

“Di bukunya, Fatimah adalah ibu rumah tangga yang berselingkuh dengan Hazil, teman seperjuangan suaminya, Hazil. Namun Mouly memberikan sedikit transformasi di filmnya. Fatimah membawa persona sosok perempuan yang tangguh dan mewakili perempuan pada masanya. Fatimah adalah sosok yang kuat, dan keras.

Masa 1940-an tentu bukan masa yang mudah bagi perempuan, dan saya bangga Mouly menerjemahkan Fatimah sebagai sosok perempuan yang memiliki daya resiliensi tangguh di tengah perang yang berkecamuk,” kata Ariel Tatum.

Continue Reading

Movie & TV

Film Senyum Manies Love Story, Kisah Anies Baswedan Muda Seimbangkan Urusan Hati dan Aktivis

Published

on

FEM Indonesia, Jakarta – Senayan City XXI menjadi saksi perilisan poster dan trailer resmi film Senyum Manies Love Story, Senin (21/4). Film genre drama romantis saat masa muda Anies Baswedan yang kali pertama bersua isterinya, Fery Farhati tersebut akan tayang di bioskop pada 12 Juni 2025.

Sutradara film Senyum Manies Love Story, Rony Mepet mengatakan walau film ini menyuguhkan kisah romansa remaja namun tidak sama dengan film sejenis.

“Saya berharap ini film dengan genre remaja yang baru,” ujarnya.

Hal ini tanpa alasan. Menurut Rony kisah film tersebut bukan melulu mengenai asmara dan romansa remaja melainkan tentang persahabatan dan nilai keluarga yang membentuk karakter mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Setali tiga uang. Penulis skenario film Senyum Manies Love Story, Tisa TS mengaku film ini mengandung banyak pesan sehingga dapat menjadi inspirasi bagi seseorang untuk menggapai cita-citanya.

“Jadi film ini bukan hanya sekedar tontonan namun juga sebuah tuntunan,” katanya.

Di tempat yang sama, M. Fahad Haydra sebagai pemeran Anies muda, menyatakan bahwa film yang dibintanginya kali ini berbeda dengan film genre yang sama pada umumnya. Hal tersebut karena didalamnya terdapat karakter khas yang dimiliki Anies Baswedan.

“Adegan dan akting yang dilakukan tidak terlalu menguras emosi, karena karakter Pak Anies muda memang seperti itu,” jelas Fahad.

Film Senyum Manies Love Story ini menceritakan pemulaan pertemuan tidak terduga di kampus Universitas Gadjah Mada antara Anies dan Fery, dimana saat itu Anies merupakan mahasiswa baru yang aktif dan idealis, sementara Fery sosok cerdas serta berwawasan luas. 

Karena latar belakang yang tidak sama, menjadikan ujian bagi keduanya. Pun dengan kedua orangtua mereka. Sehingga membuat Anies harus menyeimbangkan peran sebagai aktivis, urusan hati dan perasaannya.

Melalui film ini para penonton diajak melihat sisi lain pribadi Anies bukan hanya sebagai tokoh publik melainkan pula masa remaja pada umumnya termasuk merasakan jatuh cinta. [foto : dokumentasi/teks : denim]

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Trending